Bulan Desember selalu saya ingat menjadi kenangan tersendiri untuk pribadi saya, karena pertama kali mengunjungi Uni Soviet (sekarang Rusia) dan Irak. Saya diutus Bapak almarhum BM Diah (Burhanuddin Mohammad Diah) mengunjungi Irak. Tetapi di dalam perjalanan ke "Negara Seribu Satu Malam" itu, saya melalui Rusia karena ini merupakan permintaan saya secara pribadi untuk melihat berbagai perkembangan baru di sana.
Tanggal 10 Desember 1992, saya meninggalkan Jakarta ke Moskow dengan pesawat Uni Soviet, Aeroflot.Pesawat mengudara selama 13 jam dan di Moskow dijemput oleh koresponden harian "Merdeka" Svet Zakharov. Hari Minggu, 13 Desember 1992, saya meninggalkan Moskow menuju Baghdad, ibu kota Irak.Tetapi waktu itu Irak sedang mengalami larangan terbang, saya atau tamu siapa saja, entah pejabat tinggi atau rendah, terpaksa melalui Jordania, satu-satunya negara tetangga yang membuka perbatasannya dengan Irak.Saya menempuh jalan darat dari ibu kota Jordania ke ibu kota Irak, Baghdad sepanjang 885 kilometer yang ditempuh selama 13 jam. Melelahkan, sekaligus menyenangkan, karena melewati hanya padang pasir yang luas. Jalannya rata hingga ke Baghdad.
Di Baghdad, saya menginap di sebuah hotel yang mewah dan pembiayaan selama di Baghdad dibiayai oleh Pemerintah Irak.Perjalanan saya selama di Irak, selain di publikasi harian "Merdeka" juga menjadi sebuah buku semasa Duta Besar Irak untuk Indonesia dijabat Yang Mulia Dr Sa'doon al-Zubaydi.Beliau adalah mantan Kepala Penterjemah Presiden Saddam Hussein.
Pada tanggal 13 Agustus 1998, saya memperoleh penghargaan dari Kantor Sekretaris Presiden Irak atas hasil karya buku saya di atas itu. Penghargaan itu disampaikan oleh Duta Besar Irak untuk Indonesia, Dr Sa'doon J al-Zubaydi dalam upacara yang sederhana di Kedutaan Besar Irak, di Jakarta. Dalam penghargaan itu, Irak menyampaikan terimakasih atas simpati dan dukungan terhadap perjuangan Irak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar