Pada tanggal 24 Januari 1997, saya memperoleh surat jawaban dari Ibu Herawati Diah yang sekarang sudah meninggalkan kita semua.Surat itu merupakan jawaban dari surat saya kepada beliau untuk merencanakan revisi buku yang saya tulis, "Butir-Butir Padi BM Diah (Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman)," (Jakarta:Pustaka Merdeka, 1992).
Lengkapnya sebagai sebuah kenangan saya kutip lengkap isi surat tersebut:
Jakarta, 24 Januari 1997
Kepada Yth,
Saudara Dasman Djamaluddin
Jl.Kemang no.10
Kp.Babakan, Desa Sukatani
Cimanggus - BOGOR 16954
Assalamu'alaikum wr wb
Saudara Dasman yang baik,
Surat Saudara sudah saya terima dengan baik. Saya ucapkan terima kasih atas perhatiannya dan saya juga ucapkan Selamat menunaikan ibadah Puasa ..
Keinginan Saudara untuk merevisi buku Butir-Butir Padi B.M.Diah saya tanggapi dengan baik. Kebetulan kita mempunyai banyak clipping mengenai Almarhum Bapak B.M.Diah, tentunya ini juga dapat digunakan untuk bahan tulisan. Tetapi perlu saya beritahukan kepada Saudara bahwa pada saat ini Ibu Tuti Kakiailatu sedang membuat sejarah hidup Almarhum B.M.Diah dan ini sudah dimulai pada waktu Almarhum masih hidup. Ketika itu Almarhum masih sehat.
Keinginan Saudara boleh saja diteruskan, sebaiknya untuk menyingkat waktu Saudara dapat membuat pertanyaan-pertanyaan yang mana tentunya akan saya jawab. Insyaallah.
Demikian yang dapat saya sampaikan kepada Saudara.
Wassalamu'alaikum wr.wb
ttd
Herawati Diah
Minggu, 18 Desember 2016
Kamis, 08 Desember 2016
BERHATI-HATILAH BERKOMENTAR DI FACEBOOK
Hari ini saya membaca berita bahwa Polisi menahan penghina Presiden Jokowi dan Buya Syafii Maarif yang ditulisnya di Facebook.Berbagai berita itu muncul di media on line dan salah satunya saya "up load" di Facebook saya.
Memang kadangkala menulis di Facebook, kita sedang tidak menyukai seseorang. Namun pakailah bahasa yang santun di mana tidak menyinggung atau menghina seseorang. Jika terjadi penangkapan seperti ini yang menjadi korban adalah keluarga.(Foto Liputan 6 dan Okezone.com)
Memang kadangkala menulis di Facebook, kita sedang tidak menyukai seseorang. Namun pakailah bahasa yang santun di mana tidak menyinggung atau menghina seseorang. Jika terjadi penangkapan seperti ini yang menjadi korban adalah keluarga.(Foto Liputan 6 dan Okezone.com)
Selasa, 06 Desember 2016
Mengenang Perjalanan ke Uni Soviet dan Irak 1992
Bulan Desember selalu saya ingat menjadi kenangan tersendiri untuk pribadi saya, karena pertama kali mengunjungi Uni Soviet (sekarang Rusia) dan Irak. Saya diutus Bapak almarhum BM Diah (Burhanuddin Mohammad Diah) mengunjungi Irak. Tetapi di dalam perjalanan ke "Negara Seribu Satu Malam" itu, saya melalui Rusia karena ini merupakan permintaan saya secara pribadi untuk melihat berbagai perkembangan baru di sana.
Tanggal 10 Desember 1992, saya meninggalkan Jakarta ke Moskow dengan pesawat Uni Soviet, Aeroflot.Pesawat mengudara selama 13 jam dan di Moskow dijemput oleh koresponden harian "Merdeka" Svet Zakharov. Hari Minggu, 13 Desember 1992, saya meninggalkan Moskow menuju Baghdad, ibu kota Irak.Tetapi waktu itu Irak sedang mengalami larangan terbang, saya atau tamu siapa saja, entah pejabat tinggi atau rendah, terpaksa melalui Jordania, satu-satunya negara tetangga yang membuka perbatasannya dengan Irak.Saya menempuh jalan darat dari ibu kota Jordania ke ibu kota Irak, Baghdad sepanjang 885 kilometer yang ditempuh selama 13 jam. Melelahkan, sekaligus menyenangkan, karena melewati hanya padang pasir yang luas. Jalannya rata hingga ke Baghdad.
Di Baghdad, saya menginap di sebuah hotel yang mewah dan pembiayaan selama di Baghdad dibiayai oleh Pemerintah Irak.Perjalanan saya selama di Irak, selain di publikasi harian "Merdeka" juga menjadi sebuah buku semasa Duta Besar Irak untuk Indonesia dijabat Yang Mulia Dr Sa'doon al-Zubaydi.Beliau adalah mantan Kepala Penterjemah Presiden Saddam Hussein.
Pada tanggal 13 Agustus 1998, saya memperoleh penghargaan dari Kantor Sekretaris Presiden Irak atas hasil karya buku saya di atas itu. Penghargaan itu disampaikan oleh Duta Besar Irak untuk Indonesia, Dr Sa'doon J al-Zubaydi dalam upacara yang sederhana di Kedutaan Besar Irak, di Jakarta. Dalam penghargaan itu, Irak menyampaikan terimakasih atas simpati dan dukungan terhadap perjuangan Irak.
Tanggal 10 Desember 1992, saya meninggalkan Jakarta ke Moskow dengan pesawat Uni Soviet, Aeroflot.Pesawat mengudara selama 13 jam dan di Moskow dijemput oleh koresponden harian "Merdeka" Svet Zakharov. Hari Minggu, 13 Desember 1992, saya meninggalkan Moskow menuju Baghdad, ibu kota Irak.Tetapi waktu itu Irak sedang mengalami larangan terbang, saya atau tamu siapa saja, entah pejabat tinggi atau rendah, terpaksa melalui Jordania, satu-satunya negara tetangga yang membuka perbatasannya dengan Irak.Saya menempuh jalan darat dari ibu kota Jordania ke ibu kota Irak, Baghdad sepanjang 885 kilometer yang ditempuh selama 13 jam. Melelahkan, sekaligus menyenangkan, karena melewati hanya padang pasir yang luas. Jalannya rata hingga ke Baghdad.
Di Baghdad, saya menginap di sebuah hotel yang mewah dan pembiayaan selama di Baghdad dibiayai oleh Pemerintah Irak.Perjalanan saya selama di Irak, selain di publikasi harian "Merdeka" juga menjadi sebuah buku semasa Duta Besar Irak untuk Indonesia dijabat Yang Mulia Dr Sa'doon al-Zubaydi.Beliau adalah mantan Kepala Penterjemah Presiden Saddam Hussein.
Pada tanggal 13 Agustus 1998, saya memperoleh penghargaan dari Kantor Sekretaris Presiden Irak atas hasil karya buku saya di atas itu. Penghargaan itu disampaikan oleh Duta Besar Irak untuk Indonesia, Dr Sa'doon J al-Zubaydi dalam upacara yang sederhana di Kedutaan Besar Irak, di Jakarta. Dalam penghargaan itu, Irak menyampaikan terimakasih atas simpati dan dukungan terhadap perjuangan Irak.
Jumat, 02 Desember 2016
Bertemu Jasni Matlani Cerpenis Malaysia
Foto di atas ini merupakan jepretan dari istri penulis cerita pendek (Cerpen) Jasni Matlani yang diabadikan ketika saya bertemu beliau di Perpustakaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia pada hari Kamis, 1 September 2016.
Cerpen Jasni Matlani di antaranya "Tergantung pada Kata (1996)", "Hujan Putih: Kumpulan Cerpen (2006)", "Cerita Kota Kami: Kumpulan Cerpen (2013)." Lahir di Kampung Kebatu, 16 November 1962.
Pertemuan dengan warga negara Malaysia ini mengingatkan saya sewaktu mewawancarai Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Yang Mulia Dato' Zainal Abidin Zain pada bulan Agustus 2009 tentang hubungan Indonesia-Malaysia.Waktu itu saya adalah editor di Jurnal Bulanan "Diplomat Indonesia."
Juga mengingatkan saya sewaktu menjadi wartawan di Harian "Suara Karya" mewawancarai Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Yang Mulia Dato' Rastam Mohd Isa.
Cerpen Jasni Matlani di antaranya "Tergantung pada Kata (1996)", "Hujan Putih: Kumpulan Cerpen (2006)", "Cerita Kota Kami: Kumpulan Cerpen (2013)." Lahir di Kampung Kebatu, 16 November 1962.
Pertemuan dengan warga negara Malaysia ini mengingatkan saya sewaktu mewawancarai Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Yang Mulia Dato' Zainal Abidin Zain pada bulan Agustus 2009 tentang hubungan Indonesia-Malaysia.Waktu itu saya adalah editor di Jurnal Bulanan "Diplomat Indonesia."
Juga mengingatkan saya sewaktu menjadi wartawan di Harian "Suara Karya" mewawancarai Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Yang Mulia Dato' Rastam Mohd Isa.
Langganan:
Postingan (Atom)