Rabu, 21 Oktober 2020

Partai Golkar 56 Tahun Perjalanan Panjang Sebuah Partai Politik

Partai Golkar 56 Tahun Perjalanan Panjang Sebuah Partai Politik

_Oleh Dasman Djamaluddin_

"Pada malam hari ini kami kader Partai Golkar datang untuk memberikan penghormatan sekaligus berdoa mengenang arwah pahlawan yang telah mendahului kita," ujar Ketua Umum Partai  Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto,  pada saat ziarah di Taman Makam Pahlawan (TMP) Nasional Kalibata, Senin malam, 19 Oktober 2020,
dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Partai Golkar ke-56.

Ketua Umum Partai Golkar tersebut mengimbau kepada seluruh kader Golkar agar menanamkan rasa saling peduli untuk bangsa dan negara.

"Kita adalah bangsa yang besar, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para Pahlawannya. Mari bergerak maju menatap masa depan, kobarkan semangat juang tanpa mengenal lelah, demi meraih kemenangan untuk kebesaran Partai Golkar," kata Airlangga.

Dilansir dari situs "Antara," Airlangga dan kader Partai Golkar memberi penghormatan dan berdoa mengenang arwah para pahlawan.

Sekber Golkar didirikan pada tanggal 20 Oktober 1964. Sekber Golkar ini lahir karena rongrongan dari Partai Komunis Indonesia (PKI)  beserta ormasnya dalam kehidupan politik, baik di dalam maupun di luar Front Nasional yang makin meningkat.

Tepat pada Hari Ulang Tahun Partai Golkar ke-56, Selasa, 20 Oktober 2020, Menteri Kesehatan (Menkes)  Terawan Agus Putranto diundang saat webinar Nasional. Ia menyatakan  optimistis mampu melawan dan melampaui wabah Covid-19, lalu bangkit bersama, terutama di daerah-daerah sepatutnya digaungkan semua pihak.

Menkes mengapresiasi Partai Golkar yang peduli terhadap kondisi bangsa dan masyarakat yang saat ini sedang berjuang melawan pandemi Covid-19.

_Perjalanan Panjang Golkar_

Golongan Karya, dulu semasa Presiden Soeharto berkuasa enggan memakai imbuhan Partai. Jadi cukup Golongan Karya saja.

Di masa Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun, Golkar memperoleh hak istimewanya. Di masa ini, seorang Presiden memegang tiga wewenang sekaligus. Dia adalah Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (sekarang TNI), dia adalah Kepala Eksekutif dan sangat kontroversial, dia juga adalah Ketua Dewan Pembina Golkar. Sementara kedua partai politik lainnya, masing-masing Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) seakan-akan terpinggirkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Memang kalimat “seakan-akan” memberi arti bahwa tidak terlalu terlihat apa yang dilakukan oleh Presiden. Jika ada acara-acara ketiga partai tersebut, Presiden selalu menghadiri acara Golkar.Tetapi kalau berlangsung acara dua Partai Politik lainnya, yang hadir cukup wakil yang ditunjuk oleh Presiden. Pada waktu ini, tidak ada kata kalah dalam kamus Golkar jika sedang melaksanakan Pemilihan Umum. Golkar selalu menang.

Tetapi pada 21 Mei 1998, Ketua Dewan Pembina Golkar, Soeharto lengser dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Sudah tentu Golkar ikut terseret ke dalamnya dan dianggap bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahan Soeharto selama 32 tahun. Golkar dihujat, dicaci maki, malah ada yang berkeinginan agar Golkar dibubarkan.

Keinginan membubarkan Golkar  ini bukan hanya datang dari sebahagian masyarakat, tetapi juga dari penyelenggara negara di masanya, sebut saja Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ketika mengeluarkan Maklumat Presiden Republik Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001, Gus Dur memaklumkan di poin ke-3nya untuk membekukan Golkar dengan dalih untuk menyelematkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur Orde Baru. Akhirnya sejarah berkata lain, keinginan untuk membekukan Golkar ditolak Mahkamah Agung.

Di era Reformasi,  pada 7 Maret 1999 Golkar mendeklarasikan diri sebagai Golkar “baru,” di bawah Ketua Umumnya, Ir.Akbar Tandjung. Di Pemilihan Umum, Juni 1999, Golkar sudah memakai imbuhan Partai. Lengkapnya Partai Golkar. Pada waktu ini masih meraih suara kedua, di bawah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Partai Golkar terus berbenah diri. Ketua Umumnya silih berganti, dari Akbar Tandjung ke Jusuf Kalla dan sekarang Aburizal Bakrie.  Sepertinya baru sekarang ini, Partai Golkar menghadapi dilema. Pencalonan Aburizal Bakrie sebagai Presiden RI mengundang kritikan-kritikan tajam, terutama dari Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla. Elektabilitas Aburizal tidak pernah mampu menandingi calon-calon Presiden RI lainnya. Ada himbauan agar Aburizal mundur saja dari pencalonan dan menggantinya dengan kader-kader Golkar yang lain.

Di detik-detik terakhir Aburizal masih tetap ngotot menjadi Calon Presiden RI.  Bahkan hingga Rapimnas Golkar terakhir ada kalimat yang seakan-akan mengatakan, Aburizal adalah satu-satunya wakil sah yang diusung partai berlambang beringin itu untuk menjadi Calon Presiden atau  Calon Wakil Presiden RI. Jika ada kader-kader Golkar yang mendukung calon lain selain Aburizal Bakrie, maka silahkan mengundurkan diri dari jabatan strukturalnya. Faktanya, bisa kita saksikan banyak yang mengundurkan diri.

Di calon partai lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berkembang pula gerak cepat dinamika partai. PDI-P memilih Jusuf Kalla, mantan Ketua Umum Partai Golkar menjadi Calon Wakil Presiden RI mendampingi Joko Widodo. Sepertinya Partai Golkar yang dipimpin Aburizal Bakrie salah tingkah. Mereka menerima jabatan setingkat Menteri dan tidak lagi mendesak jabatan Wakil Presiden atau Presiden, karena posisi itu sudah diisi partai-partai yang berkoalisi lebih dulu. Akhirnya Partai Golkar berlabuh ke Calon Presiden Prabowo.

Memang ada persoalan , mengapa Partai Golkar secara resmi mendukung Gerindra yang jelas jelas Calon Presiden dan Wakil Presidennya berasal dari partai lain. Sementara PDI-P mengusung Jusuf Kalla, mantan Ketua Umum Golkar  sebagai Calon Wakil Presiden RI ? Nah, boleh jadi jika nantinya Aburizal Bakrie suatu ketika tidak menjabat Ketua Umum Partai Golkar menjadi Calon Presiden atau Wakil Presiden, boleh saja kader Golkar yang resmi pun tidak wajib mendukungnya. Kalau demikian, apa yang terjadi sekarang ini di Partai Golkar. Sudah tidak adakah rasa soliditas dan solidaritas di antara sesama kader? Kalaulah bisa disebut politik dua kaki, tetapi tidak eloklah melakukan hal demikian. Kecuali kalau Jusuf Kalla bertarung bukan sebagai Calon Wakil Presiden RI.

Inilah yang banyak disesalkan kader-kader Golkar lainnya. Jika semua kader Golkar yang mendukung Jusuf Kalla di PDI-P diwajibkan melepas jabatan strukturalnya, tetapi tidak mungkinlah terhadap Jusuf Kalla. Ia  tumbuh dengan sendirinya sebagai kader Golkar yang berhasil. Bagi Jusuf Kalla dengan mengunjungi kediaman Suhardiman, pendiri Partai Golkar dan Soksi, di Cipete, Jakarta Selatan baru-baru ini secara tidak langsung memberikan contoh, beginilah seharausnya kader Golkar berbuat.

Sangat jelas apa yang dikatakan Jusuf Kalla, "Saya datang sebagai kader Golkar dan mantan Ketua Umum Golkar. Datang ke sini untuk minta restu kepada pendiri Golkar," kata Jusuf Kalla di kediaman Suhardiman Jl. Kramat Batu No.1 Cipete, Jakarta Selatan, Senin, 26 Mei 2014.

Suhardiman merupakan satu satunya pendiri Golkar yang masih hidup pada waktu itu. Di usia senjanya ia tetap mengikutin perkembangan politik di Tanah Air.

"Saya tetap mengikuti perkembangan politik dan tahu kalau Pak JK maju dalam Pilpres mendampingi Jokowi. Saya mendukung dan mendoakan Pak JK dan Jokowi agar terpilih dan membawa rakyat Indonesia jadi makmur dan sejahtera," kata Suhardiman.

"Dalam sejarahya, pemimpin kita itu ada yang keluar masuk penjara, yakni Soekarno. Kedua adalah yang punya wibawa, yakni Soeharto. Ketiga yang akan memimpin Indonesia diramalkan adalah Satrio Piningit. Saya melihat ada tokoh yang datang dari bawah dan itu Pak Jokowi. Jadi Satrio Piningit itu tidak lain Jokowi," kata Suhardiman.

Di kalimat terakhir Suhardiman ini saya mengomentari Wallahualam. Kita tunggu saja hasil pemilihan Presiden, Juli 2014. Yang jelas pertemuan Suhardiman dan Jusuf Kalla ingin meninggalkan pesan, hendaknya di antara kader Golkar, rasa soliditas dan solidaritas serta saling mendukung tetap dipertahankan kader-kader Golkar. Kalau tidak mereka yang melakukan siapa lagi?

Ini yang saya puji dari Suhardiman, satu-satunya pendiri Golkar yang pada waktu itu masih hidup. Prof. Dr. Suhardiman, S.E. adalah tokoh politik yang telah melewati 5 masa kepemimpinan Indonesia: zaman Hindia Belanda, zaman Jepang, Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, dan masa reformasi. Lahir: 16 Desember 1924,Surakarta dan meninggal, 13 Desember 2015, di Cipete Selatan, Jakarta.

Senin, 12 Oktober 2020

Berakhirnya Kepengurusan ICMI Orda Depok 2011-2016 Tanpa Kesan

 Berakhirnya ICMI Orda Depok 2011-2016 Tanpa Kesan 





 _Oleh Dasman Djamaluddin_

Sebagai anggota Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Orda Kota Depok Periode 2011-2016 sudah tentu saya kecewa dengan kepengurusan lama ini, karena kurangnya informasi kepada anggotanya.

Sebagai Ketua Divisi Hukum dan HAM di dalam kepengurusan lama, saya terkejut dengan diselenggarakannya Musyawarah Daerah (Musda) ICMI Orda Kota Depok, mengambil tema: " Mengokohkan Peran ICMI dalam Membangun Kota Depok, " yang digelar pada hari Sabtu, 10 Oktober 2020 di Aula Kampus STEI SEBI dan menetapkan Nurhadi MM sebagai Ketua ICMI Orda Depok periode 2020-2025.

Terkejut, bukan berarti kecewa, karena sebelum pelantikan ini, sudah dibentuk diangkat Pejabat Sementara Ketua ICMI  Depok yang diemban H. Minda, S.IP dan Pjs. Sekretaris H. Mulyadi, S. Pdi, M. Si. Jika kecewa sudah tentu saya tujukan kepada Ketua ICMI Orda Depok Periode 2011-2016. Kenapa demikian?

Kecewa mungkin saya tujukan kepada Ketua Pengurus ICMI Organisasi Daerah Depok, Periode 2011-2016, Ir. Djoko Prabowo dan Sekretaris, Muhammad Alfin, S.E.

Bayangkan, kami bertemu terakhir kali ketika bertepatan dengan Milad Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ke-72, Selasa, 5 Februari 2019. Kami yang tergabung dalam ICMI Kotamadya Depok Periode 2011-2016 bersilaturahmi di sebuah tempat di Depok.

Terlihat dalam pertemuan itu, dari kiri, Wakil Ketua Majelis Pengurus ICMI Organisasi Daerah Kota Depok, Dra. Irna Syafei, MPd; Sekretaris Divisi Kelembagaan Organisasi, Ir. Sahrul Polontalo; Ketua Divisi Hukum dan HAM, Dasman Djamaluddin,S.H, M.Hum; Ketua Pengurus ICMI Organisasi Daerah Depok, Ir. Djoko Prabowo dan Sekretaris, Muhammad Alfin, S.E. Sementara yang hadir dan tidak terlihat di foto, Wakil Ketua, Dr. H. Fakhrurrozi.

Bagaimana pun kita semua yang hadir tidak mungkin lupa, ketika Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terletak di Jalan Nusantara Raya 5-7 Depok, pada hari Minggu, 24 Juli 2011 malam, menjadi saksi sejarah kesinambungan dan kebangkitan ICMI Organisasi Daerah (Orda) Kota Depok.

Hal ini dikarenakan,  sebelumnya gedung itu pun dipakai sebagai ajang pemilihan Ketua baru ICMI Orda Kota Depok dalam acara Musyawarah Daerah Pertama tanggal 22 Mei 2011. Bahkan gedung itu pula akan, di salah satu ruangannya, menjadi sekretariat tetap ICMI Orda Kota Depok.

Tetapi yang kita sayangkan, setelah pertemuan terakhir, tidak pernah bertemu lagi. Juga informasi tentang ICMI Orda Depok tidak terdengar di telinga saya. Sungguh amat disayangkan.

Sabtu, 08 Agustus 2020

BUYA HAMKA

Hari ini, saya mengutip pernyataan Buya Hamka yang ditayangkan putra laki-lakinya, Afif Hamka di Face Book.

" Mengukur tujuan hidup kebendaan inilah yang membawa banyak penyakit bagi negara. Perebutan pangkat, kursi dan kemegahan, karena kehilangan tujuan hidup yang sejati. Menimbulkan cabang-cabang dosa. Di antaranya ialah kehilangan rasa malu."

Prof. Dr. Abdul Malik Karim Amrullah berasal dari Minangkabau. Ia diberi gelar Datuk Indomo.  Lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, pada tanggal 17 Februari 1908 –meninggal di Jakarta, pada tanggal 24 Juli 1981 di usia 73 tahun.

Hamka adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia berkarier sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia juga terjun dalam politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan.

Buya Hamka pernah menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya. 

Atas perjuangannya di bidang agama Islam, maka Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.

Buya Hamka banyak menulis buku. Di antaranya: "Tafsir Al-Azhar," Tenggelamnya Kapal Van der Wijck,"  Di Bawah Lindungan Ka'bah."

Di ambil dari wikipedia, putra-putri Buya Hamka, dari pasangan dengan Sitti Raham yang dinikahinya dari tahun 1929 hingga meninggalnya tahun 1972  dan Hajah Siti Khadijah, yang dinikahinya dari tahun 1973 hingga meninggalnya Buya Hamka tahun 1981, adalah :

Rusydi Hamka, 

Irfan Hamka, 

Aliyah Hamka

Afif Hamka,

Hisyam Hamka,

Husna Hamka,

Fathiyah Hamka-Vickri

Helmi Hamka,

Syakib Arsalan Hamka,

Azizah Hamka,

Fachry Hamka, dan 

Zaki Hamka.

Jika melihat foto di atas, dari kiri ke kanan adalah Afif Hamka, Azizah Hamka, Fathiyah Hamka (usia 73 tahun) dan Syakib Arselan Hamka atau Amir Syakib (putra bungsu Buya Hamka).

Sedangkan di foto lainnya terlihat Syakib yang paling kiri, Azizah, Istri Buya Hamka Sitti Khadijah, Fathiyah Hamka -Vickri (pakai baju merah) dan paling kanan sekali Syakib Arselan Hamka.

Kamis, 30 Juli 2020

TERNYATA SADDAM HUSSEIN ITU TIDAK KEJAM


(Tulisan yang pernah dipublikasi http://www.radiosuarabekasi.com dan https://koranpelita.com)

 Oleh Dasman Djamaluddin



Entah mengapa buku penulis Amerika Serikat (AS) Will Bardenwerper berjudul: "The Prisoner in His Palace: Saddam Hussein and the Twelve Americans Who Guarded Him," 
terbitan tahun 2017 ini, di akhir Juli 2020 banyak diulas media massa on line dan cetak di Indonesia.

Ternyata, setelah membaca resensi singkatnya, sosok Will Bardenwerper, tentara Amerika yang bertugas menjaga Saddam Husein menjelang digantung  di tiang gantungan, adalah salah seorang yang berani mengungkapkan, sosok Mantan Presiden Irak Saddam Hussein itu apa adanya. Saddam Hussein adalah orang baik, tidak kejam dan penuh kasih sayang.

Meski orang Amerika, tentara ini membongkar kebusukan negaranya yang menutup-nutupi, bahkan menyebut Saddam diktator yang kejam.

Diungkapkan oleh Will Bardenwerper, saat detik-detik menjelang ajal Saddam Hussein ditiang gantungan yang tak banyak diketahui masyarakat Irak dan internasional.

Pada awal tahun 1980 sampai 2000-an, ujar Will Bardenwerper, Saddam Hussein sangat terkenal di dunia karena dia adalah Presiden Irak.

Ditambahkannya,  para penjaga yang diwawancarai dirinya, mendengar suara tertawa Saddam sangat kencang dan mirip dengan karakter The Count dari serial TV Sesame Street.

 ”Dia juga suka naik sepeda statis untuk berolahraga. Sepeda itu bahkan dikasih nama Pony,” sambungnya.

Ditulis Bardenwerper, Saddam suka menghabiskan waktunya di dalam penjara dan duduk sambil menulis sesuatu. Terkadang, dia akan mengajak penjaga mengobrol dan mendengarkan cerita-cerita mereka mengenai keluarga masing-masing.

Suatu ketika, Saddam bercerita kalau dia pernah marah berat dengan salah seorang anak lelakinya, Uday. Uday yang punya masalah emosional tingkat tinggi pernah marah di salah satu pesta dan menembaki para undangan. Dalam kejadian itu, Uday membunuh beberapa orang termasuk adik Saddam sendiri. ”Saya sangat-sangat marah dengannya sampai-sampai saya membakar semua mobilnya,” kata Saddam kepada penjaga penjara yang sebagian besar adalah tentara AS.

Mobil-mobil yang koleksi Uday padahal tidak ada yang murah. Koleksinya antara lain Rolls-Royce, Ferrari, dan Porsche.

Yang mengejutkan, para penjaga yang menjaga Saddam di penjara mengaku sangat sedih ketika Saddam dihukum mati meski dia adalah musuh AS. Salah seorang tentara, Adam Rogerson mengatakan kalau dia merasa sudah mengecewakan Saddam. 

”Saya hampir merasa seperti pembunuh. Saya merasa saya membunuh lelaki yang dekat dengan saya,” katanya.

Setelah Saddam meninggal dunia,  mayatnya dibawa keluar ruang eksekusi yang sudah penuh dengan warga Iraq. Di sana, penduduk meludahi mayatnya dan memukulinya.

Tetapi, dalam kesempatan itu, 12 tentara AS yang menjaga Saddam di dalam penjara selama berbulan-bulan merasa ikut terluka. Bahkan salah seorang dari mereka berusaha lari untuk melarang warga melakukan hal itu. Tetapi, dia ditarik oleh rekannya yang lain. 

”Kami sudah menganggapnya sebagai kakek sendiri,” kata salah seorang mantan penjaga.

Seorang suster militer, Ellis, suatu ketika menceritakan kepada Saddam kalau kakaknya meninggal dunia. ”Saddam kemudian memeluk saya dan mengatakan, aku akan menjadi kakakmu,”” kenang Ellis.

Saddam juga mengatakan kepada penjaga-penjaganya kalau dia akan membiayai sekolah anak-anak mereka bila bisa mendapatkan akses hartanya. 

Orang dekat Saddam Hussein banyak dihukum mati, di antaranya orang kepercayaan sekaligus sekretaris pribadi Saddam Hussein, Abed Hamid Hmoud, dieksekusi dengan digantung. Orang nomor empat dalam daftar pencarian AS di Irak itu dieksekusi, karena melakukan genosida atau pembunuhan secara massal terhadap warga Irak.

Menteri Kehakiman Irak, Haidar al-Sadii, mengatakan, jasad Hmoud akan diserahkan kepada keluarganya. 

Hmoud adalah pejabat senior terbaru yang dieksekusi setelah jatuhnya Saddam Hussein selama invasi AS sembilan tahun yang lalu. Hmoud adalah orang kelima Saddam yang dieksekusi di Irak. 

Hmoud yang merupakan sepupu jauh Saddam yang ditangkap oleh pasukan AS pada Juni 2003, tiga bulan setelah invasi. Ia orang nomor empat yang dicari AS setelah Saddam dan kedua putranya, Qushai dan Uday. Hmoud yang berusia 50 tahun itu dieksekusi, karena menumpas anggota partai oposisi dan partai-partai keagamaan yang dilarang di era pemerintahan Saddam. Hanya partai berkuasa Baath yang diizinkan

Dia juga termasuk di antara 15 orang yang diadili, karena peran brutal dalam menghalau pemberontakan rakyat setelah 1991.  Sebagai sekretaris pribadi Saddam, Hmoud mengontrol akses presiden Irak dan merupakan salah seorang dari sedikit orang yang dipercaya sepenuhnya oleh Saddam Hussein. 

Sebelumnnya, eksekusi gantung telah dilakukan terhadap sepupu Saddam yang dikenal dengan sebutan Chemical Ali. Begitu pula menteri luar negeri Saddam, Tariq Aziz, yang dihukum pada 2010. Eksekusi para mantan pejabat rezim Saddam adalah topik sensitif di Irak. Ketegangan sektarian sangat tinggi sejak pasukan AS terakhir meninggalkan negara itu.

Meski Vatikan telah mengajukan banding terhadap pemerintah syiah Irak agar tidak mengeksekusi Aziz, tetap saja ia dihukum mati. Menurut Vatikan, kematiannya tidak akan membantu usaha rekonsiliasi di Irak.

Ternyata hukuman gantung masih populer di Irak. Sebuah penyiksaan yang tidak dapat dibayangkan di abad ini.

 _Uday Saddam Hussein_ 

Mendengar tentang Uday Saddam Hussein, mengingatkan saya tentang perjalanan saya ke ibu kota Irak, Baghdad, bulan Desember 1992, karena pihak Kementerian Olah Raga Irak (Uday adalah Ketua Umumnya) memberitahu saya, bahwa putra Saddam Hussein itu bersedia melakukan wawancara dengan saya.

Saya bergegas ke Gedung Kementerian Olah Raga Irak tersebut. Tidak lama Uday datang dengan pengawalan ketat. Beberapa menit kemudian, saya memasuki Gedung Kementerian Olah Raga Irak. Uday kemudian batal bertemu saya, karena situasi di Irak tidak kondusif.

Saya kemudian kembali ke hotel di mana saya menginap. Tidak lama terdengar lagi telepon. Saya ternyata di rekomendasikan Uday kepada Menteri Perindustrian dan Perlogaman Irak yang masih bersaudara dengan Presiden Irak Saddam Hussein.

Perlu juga saya jelaskan perjalanan ke Irak, di bulan Desember 1992 tersebut. Sebelum Irak di invasi pasukan AS yang menjadi Duta Besar untuk Indonesia terakhir di masa kepemimpinan Presiden Irak Saddam Hussein adalah Dr.Sa'doon al-Zubaydi. Ia adalah mantan kepala penterjemah Presiden Irak tersebut. Itu terjadi setelah saya mengunjungi negara itu pada bulan Desember 1992.

Apa yang saya lihat di negara 1001 malam itu? Menyaksikan penderitaan rakyat Irak setelah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberlakukan sanksi ekonomi dan membatasi larangan terbang sepanjang garis paralel 36 di Utara dan garis paralel 32  Selatan Irak. Dampak larangan terbang tersebut berpengaruh besar terhadap siapa saja yang datang ke Irak. Bandara Baghdad ditutup dan jalan satu-satunya menuju Irak hanya melalui Jordania, tetangga Irak yang tetap bersahabat di saat-saat Irak dalam kesulitan. 

Berapa jarak yang saya tempuh? Secara keseluruhan 885 kilometer. Ketika itu saya menempuhnya dengan taksi dari ibukota Jordania (Amman) ke ibukota Irak (Baghdad) sekitar 13 jam.

Situasi kota Baghdad terasa sejuk dan aman waktu itu. Meski AS menyerang Irak, tetapi Presiden Irak Saddam Hussein masih berkuasa. Menurut Menteri Industri Perlogaman Irak, Amir al-Saadi yang bersedia menerima saya dalam sebuah wawancara khusus, serangan AS dan sekutunya itu terjadi sebanyak 72 kali di pusat-pusat penting pemerintahan dan pusat perbelanjaan rakyat. Pemboman tanggal 19 Januari 1992 itu membuat rakyat Irak menderita. Sanksi yang diberlakukan kepada Irak tidak pernah dicabut. Malah serangan AS beserta sekutunya terutama Inggris itu yang terakhir di masa Presiden AS George Walker Bush berkuasa, berhasil menggulingkan pemerintahan Presiden Irak Saddam Hussein pada April 2003. Orang kuat di Irak itu pada Sabtu, 30 Desember 2006 dijatuhi hukuman mati dengan digantung.

 _Mengapa saya menulis tentang Presiden Irak Saddam Hussein?_ 

Itulah pertanyaan belakangan ini yang dialamatkan kepada saya. Tetapi pertanyaan itu sangat mudah dijawab, ketika seseorang mengamati perkembangan tentang "Negara 1001 Malam," itu.

"Negara 1001 Malam, " itulah julukan yang diberikan kepada negara yang terletak di antara garis litang 37.25 derajat dan 29.5 derajat, serta garis bujur 48.45 derajat dan 38.45 derajat. Wilayahnya meliputi area seluas 438.446 kilometer persegi dengan areal yang dapat ditanam 75.364 kilometer perdegi. 

Sudah tentu, data ini saya cuplik tahun 1998, ketika menulis buku "Saddam Hussein Menghalau Tantangan" (Jakarta: Penebar Swadaya, 1998).

Buku Saddam Hussein ini merupakan catatan saya selama berkunjung ke Irak untuk pertama kalinya pada Desember 1992, ketika negara itu dikucilkan oleh negara-negara Arab lain, karena Irak menyerang Kuwait dan menganeksasi wilayah itu sebagai bagian dari Irak. 

Di sinilai dimulai sengketa awal Irak dengan AS yang ketika terjadi Perang Irak-Iran pada 22 September 1980, AS selalu mendukung Irak.

Pada waktu itu, Indonesia dan negara lain, umumnya negara Dunia Ketiga, ikut menentang embargo ekonomi dan udara yang dilakukan AS. Hanya Jordania yang membuka jalan darat ke ibu kota Irak Baghdad. 

Menteri Luar Negeri RI Ali Alatas waktu itu cemas dan mengingatkan AS agar tidak menyerang Irak. 

Tokoh pers Burhanudin Mohamad Diah (B.M.Diah), juga ikut mengingatkan hal yang sama. Inilah latar belakang mengapa B.M.Diah mengutus saya langsung ke Irak. Jika hanya berdasarkan informasi dari negara maju, sudah tentu memihak AS dan sekutunya. 

 _Buku Saya Sudah Tentu Dibaca Presiden Saddam Hussein_ 

Pada tanggal 24 Juni 1998, saya menerima surat dari Kedutaan Besar Irak di Jakarta. Surat itu datang dari Kantor Sekretaris Pers Presiden Republik Irak yang menyatakan penghargaan mengenai buku yang saya tulis: "Saddam Hussein: Menghalau Tantangan,"(Jakarta: PT.Penerbit Swadaya, 1998)."

" Terimakasih atas simpatinya dan sikap mendukung jihad/perjuangan Irak beserta prinsipnya," jelas isi surat tersebut. Sudah tentu buku tersebut telah dibaca oleh Presiden Irak Saddam Hussein. Saya yakin telah diterjemahkan pula ke dalam bahasa Arab, untuk memudahkan Presiden Saddam Hussein membacanya.

Selanjutnya pada 13 Agustus 1998, saya diundang oleh Duta Besar Irak di Jakarta Dr.Sa'doon J al-Zubaydi untuk menerima penghargaan dari Kedutaan Besar Irak di Jakarta secara resmi. Duta Besar Irak ini adalah mantan Penterjemah Kepala Presiden Saddam Hussein.

Setelah upacara kehormatan ini dipublikasi harian "Kompas" edisi Sabtu, 15 Agustus 1998, maka pada 18 September 1998 dan 23 September 1998, dua buah surat ucapan selamat datang dari Direktur Jenderal Radio-Televisi-Film Drs.Ishadi SK, M.Sc dan dari Menteri Penerangan RI yang ditanda-tangani oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika H.Dailami. Kedua surat tersebut diberi tembusan kepada Menteri Luar Negeri RI dan Duta Besar Irak di Jakarta.

Tahun itu juga nama Presiden Saddam Hussein kembali terdengar di dunia internasional setelah dihukum gantung. Seorang agen CIA bernama John Nixon, juga menulis sebuah buku: "Debriefing the President: The Interrogation of Saddam Hussein." Penulis buku inilah yang pertama kali menginterogasi Saddam Hussein setelah berhasil ditangkap. 

Di dalam wawancara itu ternyata Saddam Hussein tidak pernah terbukti menyimpan senjata pemusnah massal sebagaimana dituduhkan AS di bawah Presiden AS George Walker Bush.

Juga di dalam interogasi tersebut, dinyatakan, Saddam Hussein sangat mencintai kedua putrinya Rana dan anak perempuan tertuanya Raghad,  yang sekarang bermukim di Jordania. Sewaktu ayahnya dihukum gantung, anak perempuannya ini mengaku tidak ingin melihatnya di televisi. Berkemungkinan tidak tega, sang ayah digantung. Sebagai orang tua, Saddam Hussein juga mencintai kedua anak laki-lakinya, Uday dan Qusay yang telah tewas.

Kembali ke masalah Duta Besar Irak di Jakarta, Dr. Sa'doon al-Zubaydi. Tubuhnya sedikit agak tinggi, tetapi kurus, itulah Dr. Sa'doon al-Zubaydi. Tetapi jika mencari namanya dengan ejaan lengkap di atas, di wikipedia, maka tidak mungkin menemukannya, karena namanya tertulis: Sadoun al-Zubaydi tanpa menyebutkan gelar akademiknya sebagai seorang doktor. Malah disebutkan juga, ia adalah seorang mantan profesor sastra Inggris berpendidikan Inggris di Universitas Cambridge.

Banyak yang tidak mengetahui nasib orang kepercayaan Presiden Irak Saddam Hussein itu setelah AS menyerang dan menduduki Irak  pada tahun 2003, tepatnya pada tanggal 20 Maret 2003. 

Terakhir sekali saya memperoleh informasi, bahwa Dr. Sa'doon J. al-Zubaydi
sudah kembali ke Baghdad sebelum Presiden Irak Saddam Hussein digantung. Sebelum Saddam Hussein digantung, Sa'doon J. al-Zubaydi muncul di Irak dari ketidakjelasan yang dipaksakan sendiri pada tahun 2005 untuk memberi nasehat kepada kelompok Muslim Sunni atas draf Konstitusi Irak. Dia juga disebut-sebut menjadi sasaran target khusus oleh sejumlah milisi yang berafiliasi ke kelompok al-Qaeda. Di bulan Maret 2008, ia hidup dalam pengasingan di Suriah. Hingga hari ini tidak seorang pun tahu nasibnya.

Nasib Duta Besar Irak untuk Indonesia dari tahun 1995-2001 itu  lebih beruntung dari presidennya yang dihukum gantung. Bagaimana pun kedua-duanya terasing dari sejarah Irak. Itu pun tergantung dari sejauh mana kecintaan rakyat Irak kepada mereka. Jika ini yang terjadi, meski mereka telah tiada, namanya akan muncul di hati masyarakat Irak.

Saya ketika Duta Besar Irak  untuk Indonesia Dr. Sa'doon J. al-Zubaydi menjabat dari tahun 1995-2001 sering berkomunikasi dengan beliau di Kedutaan Besar Irak, Jakarta. 

Saya ke Irak untuk kedua kalinya di bulan September 2014, meskipun tidak bertemu dengan Presiden Irak Saddam Hussein, karena ia telah digantung.

Situasi Irak tahun 2014 itu masih belum kondusif, karena pengikut Saddam Hussein masih menentang perlakuan AS dan sekutunya. Tetapi yang jelas buat saya,  buku yang saya tulis telah dibaca Presiden Irak Saddam Hussein.

Penghargaan berupa hadiah, saya sudah terima di Kedutaan Besar Irak di Jakarta. Itulah sebuah kenangan berharga selama saya menjadi wartawan.

Kamis, 23 Juli 2020

SASTRAWAN DAN ULAMA ITU WAFAT DI HARI DAN BULAN YANG BAIK

Mengenang Kepergian Buya Hamka
 Makam Buya Hamka di Tanah Kusir

 Oleh Dasman Djamaluddin
Foto profil Dasman Djamaluddin


Bangsa Indonesia hari ini, Jumat, 24 Apri 2020, meski peristiwa itu terjadi pada hari Jumat juga, 24 April 1981. Istimewanya pada hari tersebut berada di bulan Ramadhan.

Memang benar, bangsa Indonesia merasakan duka mendalam  atas wafatnya Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan Hamka, tanggal 24 Juli 1981 di usia 73 tahun. Hamka adalah sastrawan besar Indonesia, sekaligus ulama, ahli filsafat, dan aktivis politik. Ia baru dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia setelah dikeluarkannya Keppres No. 113/TK/Tahun 2011 pada tanggal 9 November 2011.
Suasana pemakaman Buya Hamka

Hari ini, Jumat,  tanggal 24 Juli 2020, sebagai bangsa yang selalu mengenang jasa-jasa tokoh-tokoh bangsanya, kita pun ingin sekali membalik jarum jam sejarah agar generasi muda ikut mengetahui perjuangan panjang yang dilakukan tokoh-tokohnya. Minimal sebagai suri tauladan, agar jejak mereka selalu diikuti. Sekaligus memacu semangat mereka untuk lebih banyak berkarya. Hanya dengan sebuah karya, kita bisa menunjukkan eksistensi sebagai bangsa berbudaya.

"Maha Suci Allah Yang ditangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (Q.S. Al-Mulk: 1-2)

Tanggal 24 Juli 1981, saat Hamka meninggalkan alam fana ini, umat Islam Indonesia sedang berpuasa. Bulan baik. Hamka meninggal dunia setelah dirawat sejak 18 Juli 1981 di RS Pertamina, Jakarta. Beliau menderita sakit jantung, radang paru-paru dan gangguan pembuluh darah. Akhirnya sastrawan dan ulama besar itu meninggal dunia pada hari Jumat, hari baik, pukul 10.40 WIB setelah mencapai usia 73 tahun lebih.

Untuk menggambarkan suasana waktu itu, saya mencoba mencuplik keseluruhan tulisan O’Galelano, yang saya anggap sangat menarik di Harian " Pelita." Hingga hari ini saya tidak tahu siapakah O’Galelano, apakah itu nama samarannya atau nama sebenarnya. Yang jelas tulisannya mampu menghanyutkan kita ke suasana tanggal 24 Juli 1981, suasana duka, di mana bolamata-bolamata penganggumnya, anak muridnya, teman, kerabat, memerah menahan kesedihan.

“Udara Jakarta, sudah dua hari menjelang Jumat, memang sesekali dibasahi oleh siraman sekejap dari renyai hujan. Awan gemawan sesekali menjulurkan tatapannya ke bawah dari lazuardi ibukota. Sebelumnya, jarang Jakarta disentuh oleh hujan. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), ulama terkemuka, pujangga, sastrawan yang membuat pembacanya melinangkan airmata, kala mereka menyimak novel religiusnya, Profesor dan Dr., yang karyanya dibaca di dunia  Islam itu, sudah masuk ICU RS Pertamina, Jumat pagi 18 Juli 1981. Udara Jakarta yang panas mendenyit ubun, sejak Rabu dan Kamis, sesekali disentuh basah hujan. Seolah komponen jagat raya ini melirik, ulama besar itu dalam persiapannya untuk perjalanan yang abadi.

Ketika warga kota terlebih muslimin-muslimah memperoleh berita pagi oleh koran, bahwa Buya Hamka dalam keadaan kritis, mereka mendekap radio, untuk mendengarkan lebih lanjut kabar kesehatan beliau. Menjelang shalat Jumat, hujan tercurah di ibukota. Seolah hanya Jakarta yang dibasahi, karena benderang langit sekitar Jakarta tak berawan gelap. Jemaah Shalat Jumat di masjid mulai terisak tatkala panitia mengumumkan bahwa Buya Hamka, telah pergi tadi siang pukul 10.30 WIB. Seluruh Jakarta, dalam jutaan doa umat Islam, agaknya telah menghunjam di belantara alam. Jumat itu, masjid-mesjid Jakarta mengadakan shalat ghaib.

Bukan shalat ghaib yang ingin kita catat. Walaupun dalam duka yang merambat jutaan kalbu umat, hal itu memang penting. Namun bola mata-bola mata mereka yang shalat ghaib, yang meneteskan air mata dan isak, ketika menyeru Allah. Mereka tergoyah tubuhnya oleh isak dalam shalat. Doa mereka adalah doa yang diajukan dengan derai air mata: "Ya, Rabbi, terimalah pemimpin, guru, imam dan ayah kami ini di sisi Mu. Di rumahnya yang baru dibenah, dengan warna putih yang dominan suara dan tangis yang emosional hadir di mana-mana. Rusydi, puteranya yang tertua, yang telah lama dipersiapkan untuk melanjutkan penanya, berkata jelas, walaupun kesedihan menamparnya dahsyat: “Lanjutkan silaturrahmi ayah kami, kepada kami putera-puterinya di rumah ini. Kita yang berkumpul di sini adalah sahabat ayah, murid ayah, para menteri dan ulama, anak-anak rohani ayah kami.” Begitu kata Rusydi, yang sekarang agaknya meresa sepi meneruskan Majalah "Panji Mayarakat," yang dibina ayahnya itu.

Di tengah jenazah ulama besar itu di rumahnya di Jalan Fatah III No. 1, banyak bergemaratak ucap dan doa yang penuh emosi. Sampai-sampai suasana di rumah ini mirip bagaikan jenazah para pejuang Palestina. Orang berhimpitan, berdesakan. Yang menteri, yang ulama, yang pemuda, yang ibu, yang gadis. Seorang lelaki meronta berteriak karena dilarang mendekat jenazah. Dia berteriak dengan tangis agar kiranya diperkenankan melihat wajah Buya terakhir kali.

Di dalam Masjid Agung Al-Azhar saat jenazah akan disembahyangkan, tidak urung takbir dengan suasana hati syarat emosi masih mengumandang. Masing-masing orang agaknya ingin berarti di dekat jenazah orang yang disayanginya. Hamka memang, bapak rohani yang hilang dini. Dan orang terpana, syarat emosi.

Rasanya menyayat sembilu hati kita, melihat seorang gadis kecil yang terjepit di antara desakan orang melongokkan kepalanya dan mengarahkan matanya yang berlinang, dengan isak yang tertahan. Ketika iringan jenazah lewat rumahnya. Pemandangan yang membiaskan rupa lain dari gambar diri ulama terkemuka ini. Banyak orang yang ingin menyentuh jenazah Buya, dan dalam kerumunan, himpitan dan dempetan, hal seperti ini memang ikut membuat suasana duka meningkat kepada “semangat dan api rohani.”

Ketika para pengantar bergegas meninggalkan Pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan, di arah barat bayang Asar yang menepi. Udara dan langit di atas makam, kembali duka. Awan gelap mulai menjulurkan nestapa. Sesudah itu hujan menyiram bumi merah. Telah agak lama usia Buya Hamka tersita di ibukota ini. Di mimbar khotbah, di halaman buku, koran, majalah. Buya barangkali adalah warga ibu kota yang selalu dengan putih hati berusaha menyapunya dengan nasihat yang mendinginkan.

Kalau saja gemawan dapat jelas berbisik pada kita, barangkali siraman hujan adalah pertanda, alangkah indahnya keberangkatan Buya. Di tahun, di bulan, di hari-hari yang penuh indah. Maka pantaslah kita bergembira, walaupun nestapa menindih kita, seperti kata pisah keluarga yang dibawakan Buya Malik Ahmad. "Selama hayatnya, Hamka memang adalah ekspresi keindahan.”

 *Selanjutnya penjelasan tentang Pemakaman Almarhum Buya Hamka”, tulisan Bapak Rusydi Hamka, "Panji Masyarakat" Nomor 332, halaman 9-11 :* 
 
"24 Juli 1981. Waktu zuhur telah tiba; azan Shalat Jumat di Al-Azhar siap berkumandang. Kaum keluarga di bawah pimpinan Dahlan AS (menantu Abdul Kudus Amrullah) mengadakan shalat jamaah pula di rumah. Turut dalam jamaah itu antara lain Bapak Ir. Azwar Anas (Gubemur Sumatera Barat), dan Bapak AR Baswedan yang baru datang dari Yogyakarta. Selesai Shalat Jumat, hujan turun dengan lebat sekali.

Faisal Tamim datang memberitahukan bahwa tanah pekuburan sedang digali. Ia segera mengajak kawan-kawan dan adik-adik memandikan jenazah.

Sementara itu, tamu-tamu pun semakin banyak, rumah dan pekarangan di jalan Raden Patah penuh sesak. Sepanjang jalan penuh dengan mobil dan motor yang diparkir. Jenazah dibaringkan kembali untuk dikafani dan memenuhi permintaan keluarga yang belum sempat melihat wajah yang terakhir, kami mempersilakan mereka itu melihat.

Awalnya, kami bermaksud hendak membawa jenazah ke Masjid AI-Azhar untuk dishalatkan, dan diadakan sekadar upacara pelepasan, di mana atas nama keluarga, saya menyatakan terima kasih. Menko Kesra Surono, atas nama pemerintah dan Departemen Hankam, direncanakan melepas almarhum, bersama-sama Syaikh Ali Mochtar selaku wakil dari Rabithah Alam Islami.

Tiba-tiba ada telepon dari Sekretariat Negara bahwa Presiden Soeharto akan datang, dan meminta izin agar beliau melihat wajah Buya Hamka untuk terakhir kalinya. Kami semua terharu mendengar permintaan Kepala Negara itu. Tak lama kemudian lampu-lampu kamera televisi dan juru foto menerangi ruangan. Presiden berdiri di antara menteri-menteri lain yang sudah lebih dulu hadir, yaitu Menko Kesra Surono, Menteri Dalam Negeri H. Amir Machmud, Menteri Agama Alamsyah, Menteri Urusan Pemuda Abdul Gafur, dan Menteri Urusan Wanita Lasiyah Sutanto.

Presiden hanya sejenak membaca doa dan tertegun menatap jenazah dengan wajah murung. Sedikit ucapan beliau sampaikan pada keluarga agar tabah. Beliau keluar tanpa pengawalan resmi, sehingga orang ramai banyak yang tidak tahu Presiden berada di tengah mereka.

Telepon datang lagi, kali ini dari Wakil Presiden, memohon supaya jenazah jangan ditutup dahulu, apatah lagi beliau sudah dalam perjalanan menuju rumah duka. Kurang lebih pukul 14.00, Wakil Presiden bersama Ibu Nelly Adam Malik tiba. Di belakangnya turut Menteri Emil Salim, Menteri Harun Zein yang paginya juga tampak di rumah sakit bersama Menhamkam M. Yusuf. Wakil Presiden membuka Al-Quran kecil dan membaca surat Yaasin. Beberapa menit kemudian beliau meninggalkan ruangan.

Jenazah pun ditutup dan segera dimasukkan ke dalam usungan untuk dibawa ke masjid Al-Azhar. Untuk menshalatkan di rumah sudah tak mungkin lagi, karena ruangan telah penuh sesak. Pelayat-pelayat juga sulit untuk diatur.

Rupanya Masjid Al-Azhar pun telah penuh. Semua orang ingin turut menggotong jenazah. Mereka berebutan, bahkan ada yang kena sikut, terinjak-injak. Saudara Lukman Harun yang melihat situasi itu bakal menimbulkan histeri, sontak mengomandokan takbir. Allahu Akbar! Beramai-ramai para pelayat mengikuti pekik takbir. Sulit juga mengatur jamaah yang memadati bagian atas masjid, karena mereka mendesak ke muka.

Alhamdulillah, akhirnya shalat jenazah bisa juga dilangsungkan dengan Imam K.H. Hasan Basri, dan pembaca doa oleh KH Abdullah Syafi’i. Tanpa pidato-pidato lagi, kemudian jenazah dibawa ke Tanah Kusir.

Di sepanjang jalan masyarakat berdiri menyaksikan iring-iringan jenazah. Lalu lintas dari jalan Sisingamangaraja sampai Tanah Kusir terhenti, dan iring-iringan jenazah berjalan lambat.

Gubernur DKI Jakarta,  Tjokropranolo menanti dan memimpin penggalian kuburan. Sekitar pukul 16.00 jenazah dikebumikan putra-putra almarhum. Zaki (putra sulung almarhum), dan saya, dibantu oleh orang yang tak kami kenal, memasukkan jenazah ke liang lahad. Setelah ditimbuni dan dilepas dengan pidato dari Buya Malik Akhmad (murid almarhum yang tertua), Menteri Agama Alamsyah dan doa Kanda E.Z. Muttaqin, upacara pun berakhir. Akan tetapi, ribuan orang masih berdiri di pemakaman. Saat yang sama, awan hitam di langit. Semakin menunjukkan tanda-tanda bakal turunnya hujan lebat.

 _Pesan dari Sumbar_ 

Azwar Anas, Gubernur Sumatra Barat, yang tahu-tahu muncul di jalan Raden Patah tak lama setelah tibanya jenazah dari rumah sakit bertanya kepada saya. “Apakah Buya tidak berwasiat untuk dikubur di tanah kelahirannya di Padang atau Maninjau?”

Saya jawab bahwa saya dan kami semua tidak pernah mendengar wasiat itu. Dulu tatkala Ummi meninggal, dan dimakamkan di Taman Pekuburan Blok P Kebayoran, almarhum ingin dikuburkan di sebelah Ummi. Sampai di situ disediakan tanah pekuburan Ayah.

“Tapi karena pekuburan Blok P telah ditutup, Gubernur DKI Tjokropranolo menjanjikan lewat Faishal Tamim akan memindahkan kuburan Ummi ke Tanah Kusir di sebelah Ayah. Dan kami menerima saran Gubernur itu,” jelas saya pada Pak Azwar Anas.

Pak Azwar masih meminta kepada keluarga sebagai Kepala Pemerintah Sumatra Barat dan atas nama rakyat di sana.

Dengan menyatakan terima kasih, saya pun meyakinkan Pak Azwar bahwa jauh lebih baik kita segera saja membawanya ke Tanah Kusir, karena Pemerintah DKI dan masyarakat Jakarta pun adalah pencinta almarhum. Marilah kita sama-sama berdoa dan melanjutkan perjuangan beliau. Pak Azwar Anas, salah seorang yang saya tahu menganggap almarhum sebagai gurunya, tampak berlinang air mata.
Beberapa orang ibu-ibu dari jamaah pengajian Masjid Istiqlal tatkala di rumah sakit menemui saya. Mereka memohon kesediaan keluarga untuk menyemayamkan jenazah Buya beberapa waktu di masjid yang megah itu. Demi memberikan kesempatan pada umat untuk melepaskan kepergian almarhum untuk selama-lamanya.

Kepada ibu-ibu itu pun saya mohon pengertian bahwa yang terbaik kita lakukan ialah segera membawanya ke tempatnya yang terakhir menemui Allah yang memanggilnya. Ibu itu memahami jawaban saya meskipun mereka menitikkan airmata kecewa.

Ketika mendampingi Menteri Agama Alamsyah duduk di bagian belakang rumah, tiba-tiba datang seorang pemuda. Katanya, atas nama perantau Minang di Jakarta mereka memohon agar kuburan Buya bersebelahan dengan Bung Hatta. Pemuda itu sengaja mengajukan usul dengan suara dikeras-keraskan. Mungkin maksudnya agar didengar oleh Bapak-Bapak Menteri.

Lalu saya jawab dengan suara yang agak keras pula dengan mengulang ucapan Pak Natsir di rumah sakit, “Tidak usahlah macam-macam, kita tahu di mana tempat yang layak bagi almarhum Bung Hatta, dan kita pun tahu tempat yang layak bagi Buya Hamka.”

Pemuda itu mengundurkan diri, tapi saya tak lupa menjabat tangan pemuda itu dengan mengucapkan terima kasih dan maaf yang sebesar-besarnya.

ALMAMATER

ALMAMATER

Almamater (atau alma mater) adalah istilah dalam bahasa Latin yang secara arti harfiah bermakna "ibu susuan". Penggunaan istilah ini populer di kalangan akademik/pendidikan untuk menyebut perguruan tempat seseorang menyelesaikan suatu jenjang pendidikan.

Beberapa bulan yang lalu, saya mengajak putra Tokoh Pers Burhanudin Mohamad (B.M) Diah, Nurman Diah,  berkunjung ke almamater saya,  Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) di Depok, Jawa Barat, untuk bertemu dengan 
Prof. Dr. Susanto Zuhdi, S.Hum., M.Hum.  Ia adalah sejarawan Indonesia yang ahli dalam bidang sejarah maritim. Saat ini dia menjadi guru besar di Departemen Sejarah Universitas Indonesia dan mengajar di Program Pascasarjana Ilmu Sejarah Universitas Indonesia. 

Susanto Zuhdi, adalah juga Ketua Penguji Tesis S-2 saya,  berjudul: "Harian 'Merdeka' Sebuah 'Personal Journalism' B.M. Diah (1945-1996), " tahun 2006.

Beberapa waktu kemudian, saya juga bertemu dengan Prof. Dr. Maria Immaculatus Djoko Marihandono, S.S., M.Si. Djoko Marihandono, termasuk salah seorang team penguji tesis saya. Waktu itu ia baru bergelar seorang doktor.

Program Studi Ilmu Sejarah, adalah  Program Pascasarjana  Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, yang saya lalui sejak semester 2004 hingga lulus pada 16 Januari 2007.

Kembali ke jenjang karier Djoko Marihandono, saya boleh mengatakannya sangat cepat di lingkungan Universitas Indonesia. Ia adalah pengajar Program Studi Prancis, Departemen Sejarah FIB-UI. Selain mengajar di FIB, ia aktif meneliti. Beberapa hasil penelitian yang telah dibukukan antara lain: "Sultan Hamengku Buwono II," Pembela Tradisi dan Kekuasaan Jawa" (didanai oleh DRPM UI), " Sejarah Perlawanan Masyarakat Simalungun Terhadap Kolonialisme," Perlawanan Sang Nahualu" (didanai Pemda Simalungun).

Buku lain adakah  " Pembangunan Jalan Raya Daendels" (didanai oleh Hibah Bersaing DIKTI), juga penelitiam lain yang sedang dilakukan antara lain: "Jawa di Bawah Napoleon Bonaparte" (ongoing research, didanai oleh DRPM UI). Selain meneliti, ia juga aktif menulis artikel di berbagai jurnal ilmiah nasional maupun internasional, dan menyajikan makalah di berbagai seminar di dalam maupun luar negeri. Selain mengajar dan meneliti, ia juga aktif membimbing mahasiswa S1, S2, dan S3.

Jumat, 15 Mei 2020

Masalah Palestina di Harian "Sriwijaya Post"

*"Sriwijaya Post" dan Pengusiran Warga Palestina* 

 _Oleh Dasman Djamaluddin_

Hari ini, Sabtu, 16 Mei 2020, saya membaca tulisan saya di Harian "Sriwijaya Post," di Palembang tentang "Peta Baru Palestina Jelang Hari Kemerdekaan Israel dan Pilpres AS 2020."

Sebelumnya, sudah tentu kita terlebih dahulu mengenal surat kabar yang lahir dan berkembang di Sumatera Selatan tersebut.

Menurut wikipedia, "Sriwijaya Post" adalah sebuah surat kabar harian yang terbit di Sumatera Selatan, Indonesia. Surat kabar ini termasuk dalam grup Kompas Gramedia. Kantor pusatnya terletak di kota Palembang. Koran ini pertama kali terbit 12 Oktober 1987.

Sudah lama saya tidak membantu harian tersebut, sejak terakhir kali saya membantu berita-berita luar negeri, tanggal 15 September 1991. Yang sangat teringat oleh saya, ketika Ferdinand Edralín Marcos meninggal dunia pada 28 September 1989,di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat (AS).

Kala itu sudah malam sekali. Saya sebagai pembantu berita luar negeri di harian tersebut sudah tidur di lantai atas gedung "Sriwijaya Post." Tidak lama pintu diketuk:

 "Pak bangun, Presiden Marcos meninggal." Saya bangun menuju ke lantai bawah. Info dari AS, semua telah disiapkan di atas meja. Hanya berita dari saya mereka tungggu. Kemudian saya tidur lagi. Besoknya, saya membaca berita "Head Line" di halaman muka surat kabar itu: "Mantan Presiden Filipina Marcos Meninggal Dunia."

Marcos adalah Presiden kesepuluh Filipina. Ia menjabat dari 30 Desember 1965 hingga 25 Februari 1986. Marcos lulus dari Fakultas Hukum Universitas Filipina dengan gelar cum laude pada tahun 1939. Lahir, 11 September 1917, di Sarrat, Filipina dan meninggal 28 September 1989, di Honolulu, Hawaii, AS.

 _Tentang Peta Baru Palestina-Israel_ 

Kemerdekaan Israel dideklarasikan tanggal 14 Mei1948, sehari sebelum akhir Mandat Britania, Agensi Yahudi memproklamasikan kemerdekaan dan menamakan negara yang didirikan tersebut sebagai "Israel". Apakah bangsa Arab tidak marah? Mereka protes dan marah. Sehari kemudian, gabungan lima negara Arab – Mesir, Suriah, Yordania, Lebanon dan Irak –menyerang Israel, menimbulkan Perang Arab-Israel 1948.

Negara-negara Arab kalah dalam perang dan wilayah Palestina yang di peta tahun 1947, seluas itu, pun direbut Israel. Hanya tersisa wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Baru-baru ini Menteri Luar Negeri (Menlu) AS pergi ke Israel untuk bicarakan aneksasi Tepi Barat.

Menlu AS Mike Pompeo bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Yerusalem, Rabu, 13 Mei 2020. Mereka  membahas rencana Israel untuk menganeksasi beberapa bagian dari wilayah Tepi Barat. Juga membicarakan Peta Baru Palestina-Israel yang dibuat AS.  Sepertinya ada unsur politis untuk memenangkan Presiden AS Donald Trump terpilih kembali menjadi presiden periode kedua, November 2020.



 _Penderitaan Rakyat Palestina_ 

Serangan balik Israel ke wilayah Palestina setelah tentara Arab menyerang Israel berdampak besar buat warga Palestina itu sendiri. Tanggal 15 Mei 2020, disebut juga Hari Nakbah bagi bangsa Palestina. Nakbah berarti 'petaka' atau 'kehancuran.' Petaka karena Israel berdiri di atas wilayah Palestina. 

Hari Nakba adalah Hari Peringatan tahunan untuk pengusiran bangsa Palestina yang mendorong terbentuknya Israel pada tahun 1948. Hari tersebut, yaitu tanggal  15 Mei, satu Hari setelah tanggal Gregorian untuk Hari Kemerdekaan Israel.

Jutaan warga Palestina pun terusir dari Tanah Air sendiri. Sekitar 80 persen wilayah Palestina lantas dijarah. Hingga kini, semua itu masih diklaim Israel sebagai miliknya—termasuk Yerusalem Timur, ibu kota abadi Palestina.

Bangsa Palestina tinggal hanya di wilayah sisanya, utamanya Jalur Gaza dan Tepi Barat. Itu pun masih di bawah kepungan militer Israel yang selalu mengancam. Malahan, Jalur Gaza kini dapat dianggap penjara terbesar di muka bumi. Apalagi ada keinginan menganeksasi wilayah Tepi Barat.

Setiap tahun, Hari Nakbah diperingati bangsa Palestina dengan serangkaian aksi unjuk-rasa damai. The Great March of Return, demikian nama khas demonstrasi itu sejak dua tahun lalu.

Rakyat Palestina bersuara menuntut kembalinya hak mereka, kedaulatan bangsa mereka, serta Tanah Air yang merdeka dari kolonialisme.


Senin, 27 April 2020

DI USIA 89 TAHUN, GORBACHEV BICARA VIRUS CORONA DI "TIME"

*Di Usia 89 Tahun, Gorbachev Bicara Virus Corona di "TIME"*

 _Oleh Dasman Djamaluddin_

Mikhail Sergeyevich Gorbachyov adalah politikus Rusia dan pemimpin Uni Soviet periode 1985 hingga bubarnya pada tahun 1991. Pada tanggal 11 Maret 1985, ia menjadi Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet kelima.

Gorbachev lahir pada 2 Maret 1931, berarti usianya sekarang, 89 tahun. Di usia senja seperti itu, ia baru saja muncul di "TIME," 15 April 2020.

Dalam wawancara itu, Gorbachev menegaskan, ia masih berharap, dunia setelah virus corona bisa bersatu lagi. Ia mengakui virus corona bisa membuat perpecahan, tetapi yakin seusai virus corona, bisa bersatu kembali.

Konsepnya tentang persatuan masyarakat internasional pernah ia kemukakan sebelumnya. Ia pernah mengatakan di masa jabatan kepresidenannya pada 15 Maret 1990 – 25 Desember 1991. Bagi dunia internasional, kebijakan Gorbachev, glasnost ("keterbukaan") dan perestroika ("restrukturisasi") serta konferensi puncak dengan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan dan reorientasi tentang tujuan strategis Soviet, berkontribusi mengakhiri Perang Dingin.

Semua ini merupakan karya cemerlang Gorbachev. Meskipun dengan menghapus peran konstitusional Komunis, dan secara tidak sengaja menyebabkan bubarnya Uni Soviet, Gorbachev dianugerahi Medali Perdamaian Otto Hahn pada tahun 1989, Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1990 dan Harvey Prize pada tahun 1992 serta gelar doktor kehormatan dari berbagai universitas.

Sebelumnya peran Gorbachev di pemerintahan pun bertambah waktu itu. Namanya cepat dikenal saat-saat itu. Karena populernya nama Gorbachev, malah ketika Andropov meninggal pada 1984, muncul spekulasi bahwa Gorbachev akan naik menjadi penggantinya, meski tidak terjadi.

Konstantin Chernenko kemudian terpilih menggantikan Andropov. Namun Gorbachev tidak butuh waktu lama untuk kesempatan kedua, karena Chernenko meninggal tidak sampai setahun kemudian.

Tidak memiliki pesaing kuat lainnya, Gorbachev kemudian dipilih sebagai Sekjen Partai Komunis sekaligus pemimpin Soviet, pada 11 Maret 1985. Selama enam tahun berkuasa, Gorbachev melakukan banyak reformasi dan merubah kebijakan luar negeri. Dia juga membangun hubungan yang lebih baik dengan Amerika Serikat.

Pada akhir 1980-an, Uni Soviet pun pecah berkeping-keping. Banyak wilayah menuntut untuk merdeka. Perekonomian jatuh, mendorong kehancuran Soviet dengan cepat.

Itulah sebabnya Gorbachev menyatakan mundur sebagai presiden pada Desember 1991.

Keruntuhan Tembok Berlin pada tahun 1989 dan berakhirnya Perang Dingin antara kubu Timur dan Barat yang telah berlangsung lama merupakan suasana yang melingkupi dasawarsa 80 hingga 90-an. Dan atas dasar dua kejadian tersebut, Komite Nobel memberikan penghargaan Nobel Perdamaian kepada Presiden Mikhail Gorbachev pada tahun 1991.

Presiden Soviet, Gorbachev, dikudeta pagi-pagi buta.  Uni Soviet kembali ke garis keras. Presiden Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, yang dikenal dengan politik pintu terbukanya (perestroika), akhirnya tersingkir. Berita menggemparkan dunia ini disiarkan kantor berita Soviet TASS. Di situ disebutkan, "Presiden Mikhail Gorbachev, karena alasan kesehatan, digantikan wakilnya Gennady Yanayev." Namun, tak disebutkan, sebetulnya telah terjadi kudeta di Uni Soviet.

Mikhail Gorbachev, sebagai pemimpin terakhir Uni Soviet, dengan tenang mengatakan dia sebenarnya memperkirakan hasil yang berbeda dari perubahan 1989.

Namun dia tidak keberatan untuk mengulanginya lagi dengan hasil seperti yang sekarang ini.

Adalah kebijakan Gorbachev yang memicu Revolusi 1989, yang menyapu Komunisme dari Eropa Timur.

Dan dua tahun kemudian, Uni Soviet yang kemudian terpecah. Hal itu -bagi banyak warga Rusia- membuat kepemimpinan Gorbachev tetap menjadi perdebatan. Tetapi, runtuhnya tembok Berlin salah satu perubahan di negara komunis pengaruh pembaruan Gorbachev.

Sayang sekali, walau mendapat sejumlah pengakuan internasional, Gorbachev tidak dianggap dalam politik Rusia.

Ketika Vladimir Putin naik ke puncak kekuasaan Rusia, dengan hati-hati Gorbachev memuji Vladimir Putin secara pribadi, sebagai pemimpin yang menstabilkan negara itu, namun mencatat sejumlah kekeliruan dalam cara pemerintahan di Rusia.

Dia meremehkan Rusia Bersatu –partai utama yang mendukung Putin- sebagai copy dari Partai Komunis di jaman Uni Soviet. Dan dia menegaskan Rusia memerlukan demokrasi yang lebih besar.

"Kami harus melakukan transformasi negara, kami perlu memodernisasi negara kami," tuturnya.

Dan hal itu, tambahnya, tidak bisa dicapai dengan tekanan maupun dengan mengeluarkan perintah.

"Hal itu hanya bisa dilakukan melakui demokrasi lewat penguatan lingkungan yang demokratis dan bebas dengan partisipasi rakyat.

Dalam pandangannya Rusia jelas harus melakukannya itu sendiri tanpa kuliah dari negara lain.

Kalau Putin kadang-kadang keras, kata Gorbachev, itu lebih merupakan gaya saja, termasuk kepemimpinan bersama antara Perdana Menteri Putin dan Presiden Dmitry Medvedev.

Bagaimanapun dia merasa terprovokasi dengan isyarat terbaru dari Putin untuk kembali ke kursi presiden tahun 2012, yang berarti Putin memerintah negara itu untuk 12 tahun lagi.

"Saya tidak suka perkataan ‘saya akan duduk dengan perdana menteri dan kami akan memutuskan," katanya tegas.

“Menurut saya hal itu sebaiknya diputuskan oleh pemilih, oleh rakyat dan saya tidak mendengar dia mengatakan rakyat. Saya kira itu tidak benar.”

 _Tentang Tuduhan kepada Gorbachev_

Salah satu tuduhan atas kepemimpinan Gorbachev adalah dia mungkin terlalu cepat mendorong perubahan. Tetapi dibantah Gorbachev,   bahwa perubahan itu tidak cukup cepat.

Tahun 2016, saya membaca sebuah majalah perjalanan Traveller, edisi Januari 2016. Cover majalah tersebut berjudul "Moskow Kini", menginspirasi  saya untuk  menulis perjalanan saya ke negara yang diberi julukan berbagai nama, Beruang Merah dan Tirai Besi.

Jika di majalah tersebut penulisnya Jeffrey Tayler mengisahkan perjalanannya dengan baik, memang demikianlah situasi dan kondisi kota Moskow sekarang ini. Apalagi penulisnya telah menetap selama 22 tahun  di Moskow. Hal itu sudah tentu  berbeda dengan saya yang hanya pada bulan Desember 1992 itu saja ke Moskow. Tetapi meskipun demikian, banyak hal yang kita lihat dan pelajari dari kota Moskow, yaitu bangsa Rusia menjadikan sejarah sebagai ujung tombak perjalanan bangsanya, sehingga bisa maju.

Saya sedikit menceritakan perjalanan ke ibukota Rusia itu, tanggal 22 Desember 1992 itu. Udara kota Moskow sangat dingin setiap bulan Desember. Salju mulai turun. Saya hadir di sana saat-saat negara itu sedang dalam peralihan. Mikhail Gorbachev yang disebut-sebut sebagai tokoh pembaruan Uni Soviet (nama Rusia waktu itu), ketika itu tidak lagi berada di kantornya. Peralihan kekuasaan  secara damai sedang berlangsung di sana.

Sudah tentu keadaan masyarakat juga sedikit terganggu. Ada di antara mereka acuh tak acuh dengan pembaruan yang dikumandangkan Gorbachev. Yang jelas, sejak dikumandangkannya pembaruan di Uni Soviet, rakyat terjebak ke arah perbedaan pendapat. Di berbagai kota di Moskow, saya menyaksikan dari dekat banyaknya para pengemis dan  kaki lima-kaki lima penjual pakaian bekas. Menyedihkan.

Waktu itu, memang Gorbachev, adalah tokoh pembaharu dan penganut Lenin yang setia. Ia mengumandangkan kosep Perestroika, dan merumuskan prinsip dasar-dasarnya. Pada akhirnya, rakyat Uni Soviet tidak memahami apa yang dilakukannya. Ia pun mengundurkan diri sebagai presiden pada Desember 1991.

Banyak yang mengatakan bahwa ia mengundurkan diri karena masalah kesehatan.Tetapi ada juga yang mengatakan, Gorbachev dikudeta. Gorbachev kemudian digantikan oleh Yeltsin. Jadi kepergian saya  ke  Uni Soviet, berada di bawah kepemimpinan  Yeltsin. 

Akhirnya Yeltsin pada tanggal 31 Desember 1999, di bawah tekanan internal yang besar,  pun mengumumkan pengunduran dirinya, meninggalkan kursi kepresidenan dan menyerahkan pimpinan Rusia ke tangan Perdana Menteri Vladimir Putin .

Terpilihnya Putin sangat tepat bagi Rusia. Mikhail Gorbachev ketika bertemu dengan Putin pada bulan Agustus 2000 memastikan dia tidak akan merusak Demokrasi Rusia. Begitu pula Boris Yeltsin menyatakan Putin kepada seluruh rakyat Rusia bahwa "Dia dapat mengulangi kejayaan Rusia yang baru pada abad 21".

Yang menarik pula dari Gorbachev ini, ia pada 1997,  membutuhkan sejumlah uang. Jadi dia membuat iklan Pizza Hut. Tentu saja ada lebih banyak cerita dari itu, tetapi tidak terlalu banyak. Dia dilaporkan menerima $ 1 juta untuk tempat itu. "Saya pikir itu adalah makanan rakyat," kata Gorbachev kepada "New York Times" setelah syuting. "Inilah sebabnya jika nama saya berfungsi untuk kepentingan konsumen, persetan dengan itu - saya bisa mengambil risiko."

Selama di Kebijakan Luar Negeri , Paul Musgrave menceritakan kisah itu:

Gorbachev telah mengalami nasib yang sama seperti banyak pensiunan Soviet, yang telah menantikan pensiun yang murah hati hanya untuk menemukan diri mereka dipaksa untuk bergegas dan mengikis untuk bertahan ketika ekonomi Rusia runtuh di sekitar mereka — menyusut 30 persen antara 1991 dan 1998. Yayasan Gorbachev, juga, terhuyung-huyung, bahkan biaya kuliah Gorbachev yang signifikan tidak dapat menopang keluarga dan yayasan serta stafnya, apalagi proyek yang mungkin ingin dikejar untuk meninggalkan warisan. Bahkan sumbangan dermawan dari Ted Turner hanya berjalan sejauh ini.

Gorbachev bertekad untuk tetap di Rusia dan berjuang untuk reformasi, bukan untuk mengambil kehidupan pengasingan yang dibayar dengan baik di luar negeri.Untuk melakukan itu, dia akan membutuhkan uang untuk mendanai pusatnya, stafnya, dan kegiatannya - mendesak. Seperti yang kemudian dikatakan Gorbachev pada "France 24," ketika ditanya tentang iklan itu, “Saya harus menyelesaikan bangunan. Para pekerja mulai pergi — saya perlu membayar mereka ... "

(Setelah berbulan-bulan negosiasi) Gorbachev akhirnya menyetujui — dengan syarat. Pertama, dia akan memiliki persetujuan akhir atas naskah. Itu bisa diterima. Kedua, dia tidak mau makan pizza di film. Pizza Hut yang kecewa itu.

"Kami selalu ingin pahlawan iklan memakan pizza," (kata Pizza Hut, eksekutif Scott). Helbing berkata.

Gorbachev memegang teguh. " Sebagai mantan pemimpin, saya tidak akan melakukannya,'" Helbing mengingat perkataan Gorbachev.

Di masa pemerintahan Presiden Soeharto, pernah diselenggarakan reseps Hari Revolusi  ke-72 Uni Soviet di Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta pada tahun 1989. Menurut laporan Majalah "Tempo," edisi 18 November 1989, resepsi tersebut dihadiri sekitar 500 undangan.

Sekitar setengah jam setelah minuman cocktail diedarkan, Duta Besar Uni Soviet Vladimir M. Semyonov mengangkat gelasnya. "Marilah kita angkat gelas untuk kesehatan Presiden Soeharto dan kesejahteraan bangsa Indonesia", ujarnya. Menhankam L.B. Moerdani, yang malam itu bertindak selaku Menteri Luar Negeri ad interim, membalas dengan mengajak hadirin melakukan toast, "Untuk kesehatan Yang Mulia Ketua Soviet Tertinggi Mikhail Gorbache...

Senin, 20 April 2020

MEREBAKNYA VIRUS CORONA DI IRAK HINGGA MUNCULNYA VIDEO PALSU SADDAM HUSSEIN


*Merebaknya Virus Corona di Irak hingga Munculnya Video Palsu Saddam Hussein*

 _Oleh Dasman Djamaluddin_
Irak, merupakan sebuah negara Arab berbentuk republik yang merdeka dan berdaulat di Timur Tengah.

Mengenai merebaknya virus corona di dunia, juga terasa di Irak. Banyak
anggota keluarga yang meninggal karena virus corona merupakan mimpi buruk tak berujung bagi warga Irak.

Saad Malik merupakan salah satu orang mengalami mimpi buruk tersebut setelah ayahnya dinyatakan meninggal karena Covid-19.

Malik mengatakan selama lebih dari sepekan terakhir ia berjuang untuk mendapatkan lahan untuk memakamkan jasad ayahnya. Hampir semua pemakaman di Irak menolak memakamkan jenazah yang meninggal karena virus corona.

Penolakan tersebut membuat keluarga tak memiliki pilihan selain tetap membiarkan jenazah berada di kamar mayat rumah sakit untuk sementara waktu.

"Kami tidak bisa mencarikan lahan pemakaman dan belum bisa menguburkan jasadnya, meskipun sudah lebih dari seminggu sejak ia dinyatakan meninggal," ujar Malik.

Selain mendapat penolakan, Malik mengaku ia dan keluarganya sempat mendapat ancaman dari orang-orang bersenjata. Mereka mengancam akan membakar mobil yang dikendarainya jika nekat menguburkan jenazah di daerah mereka.

Kementerian Agama Irak seperti mengutip AFP, mengatakan penolakan pemakaman jasad korban corona muncul lantaran warga khawatir penyakit tersebut menyebar dari mayat ke warga yang mendiami kawasan sekitar.

Penolakan bukan hanya datang dari warga, tokoh masyarakat yang berada di sekitar Baghdad sempat mencegah pejabat kementerian kesehatan untuk memakamkan empat jenazah di area pemakaman yang khusus diperuntukkan untuk korban Covid-19. Akhirnya, jasad-jasad itu dibawa kembali ke kamar mayat di rumah sakit.

"Kami memblokir pemakaman di daerah kami karena khawatir terhadap kesehatan anak-anak dan keluarga," ujar seorang warga yang tinggal di dekat salah satu pemakaman di Baghdad. Itulah gambaran situasi terkini di Irak yang jumlah penderita virus corona semakin hari semakin bertambah.

Perkembangan virus corona di Irak menurut sumber dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Baghdad, Irak, per tanggal 18 April 2020, warga yang terpapar virus corona sebanyak 1482 kasus. Meninggal dunia, 81 orang dan yang sudah dinyatakan sembuh sebanyak 906 orang.

Di masa lalu,  Irak  disebut Mesopatamia yang berarti "tanah di antara dua sungai, yaitu Sungai Tigris dan Sungai Euphrat yang mengalir sejauh 2300 kilometer ke Shatt al-Arab.

Warga Irak yang tewas sekarang ini tidak hanya dikarenakan virus corona, juga sejak invasi pasukan Amerika Serikat dan sekutunya melakukan invasi, penduduk Irak sudah menderita.



Tahun 2018, Angelina Jolie, tepatnya
pada tanggal16 Juni 2018, pernah mengunjungi Irak, yaitu ke Kota Mosul, kota kedua terbesar di Irak setelah Baghdad. Kota itu hancur berantakan.

Angelina Jolie adalah aktris Hollywood yang waktu itu ke Irak sebagai utusan khusus badan pengungsi PBB (UNHCR).

Jolie mendesak dunia internasional untuk tak melupakan warga Mosul, kota yang porak-poranda ditinggalkan gerilyawan ISIS (Negara Islam di Irak dan Suriah) yang tengah kesulitan membangun kembali kota mereka usai dilanda perang.

Pasukan pemerintah Irak berhasil membebaskan Mosul pada Juli 2017 dari kelompok bersenjata ISIS, yang menguasai kota di utara Irak itu selama tiga tahun dan menjadikannya sebagai salah satu basis "kekhalifahan" mereka.

Di tengah ancaman virus corona dan kehancuran Irak, masyarakat internasional menyaksikan unggahan video yang diklaim perkataan Saddam Husein mengenai ancaman Amerika kepada Irak menggunakan virus Corona. Setelah diteliti, ternyata video  itu tidak benar.

Hal itu dikatakan putri Saddam Hussein, Raghdad Hussein, melalui akun Twitter mengatakan bahwa video tersebut palsu dan suara dalam video tersebut adalah suara orang lain yang meniru Saddam Hussein.

Inilah konten yang dimanipulasi tersebut:

“Listen to Saddam Hussein was in a 1990 meeting with his cabinet, telling them how America was threatening Iraq with Corona Virus. This prove beyond the shadow of a doubt that Corvid-19 is a US biological weapon.

Artinya: "Dengarkan Saddam Hussein dalam pertemuan tahun 1990 dengan kabinetnya, memberi tahu mereka bagaimana Amerika mengancam Irak dengan Virus Corona. Ini membuktikan di luar bayangan keraguan bahwa Corvid-19 adalah senjata biologis AS yang dicuri China yang dan bocor di laboratorium Wuhan cina”

Beredar video yang diunggah melalui Facebook tentang Saddam Hussein mengatakan kepada kabinetnya di sebuah pertemuan pada tahun 1990 bahwa Amerika mengancam Irak dengan virus Corona. Unggahan tersebut juga menyebutan virus Corona adalah senjata biologis Amerika yang dicuri oleh China dan bocor di laboratorium Wuhan.

Berdasarkan hasil penelusuran, melansir dari altnews.in, video tersebut berasal dari video yang sudah diunggah di YouTube pada 21 Juli 2015 oleh akun “AP Archive” dengan judul “President with his military advisors”.

Video tersebut adalah pertemuan Saddam Hussein dengan tentara Irak dalam pasukan “Iraqi Republican Guard.” Perlu diketahui tidak dijelaskan tempat dan waktu saat pertemuan tersebut terjadi.

Video dalam unggahan Facebook adalah hasil suntingan dengan teknik sulih suara. Hal tersebut diketahui ketika melakukan perbandingan dengan video asli yang diunggah di YouTube. Dalam video asli, tidak disebutkan sama sekali tentang virus Corona begitu pula di deskripsinya.

Deskripsi dalam YouTube menjelaskan bahwa di dalam video Saddam Hussein mengatakan “jika Tuhan berkehendak dan kita harus mengejar musuh, maka kita akan melakukannya.”

Seperti telah disebutkan, bantahan lain berasal dari putri Saddam Hussein, Raghdad Hussein, melalui akun Twitter dia mengatakan bahwa video tersebut palsu dan suara dalam video tersebut adalah suara orang lain yang meniru Saddam Hussein.

Berdasarkan penjelasan tersebut, unggahan video Facebook tentang Saddam Hussein mengatakan Amerika mengancam Irak dengan virus Corona adalah informasi yang salah. Oleh sebab itu, unggahan tersebut masuk dalam Manipulated Content atau Konten Yang Dimanipulasi.

Pertanyaannya, apakah video yang ternyata palsu tersebut ingin kembali mengingatkan kepada warga dunia, bahwa seandainya Saddam Hussein masih hidup, maka ia dapat mengatasi ancaman virus corona di Irak ?

Yang jelas, informasi terakhir bahwa Amerika Serikat (AS)  memasok senjata kepada pasukannya di Irak, sementara pasukan Inggris bersiap menarik diri karena merebaknya virus corona di Negara 1001 Malam tersebut.

Sebelumnya  pasukan AS yang berada di Suriah pun meski sebelumnya sudah menjadi keputusan Presiden AS Donald Trump untuk ditarik secara keseluruhan, bukan berarti pulang ke tanah airnya, AS, tetapi mereka langsung ditugaskan ke Irak. Berarti tidak ada jeda bagi pasukan AS tersebut. Hanya sekarang mengubah lokasi penugasan dari Suriah ke Irak.

Menurut kantor berita "Sputnik," waktu itu, di Moskow, bahwa tidak seluruhnya pasukan AS ditarik, karena masih ada sekitar 200 tentara penembak jitu AS yang sengaja ditinggalkan di Suriah.

Pertanyaan untuk Irak, begitu gentingkah situasi di wilayah itu setelah pasukan AS dan sekutunya menghancurkan Irak, kemudian menggulingkan Presiden Irak yang sah, Saddam Hussein yang dieksekusi sejak 2003 ? Waktu itu jumlah pasukan AS di Irak mencapai sekitar 170.000 sebelum penarikan penuh selesai pada 2011.

Pasukan AS kembali ke Irak pada tahun 2014 sebagai bagian dari koalisi internasional yang dibentuk untuk memerangi pasukan  IS (Negara Islam di Irak) yang melanda sebagian besar wilayah utara dan barat serta sejumlah negara.

Irak sekarang memang berada di dalam situasi sulit. Kehadiran pasukan AS di Irak memang perlu dikaji ulang. Sebelumnya AS lebih condong mendukung suku Kurdi Irak yang baru-baru ini mayoritas penduduknya ingin merdeka dari Irak. Tetapi dengan meninggalkan Suriah, pasukan AS seakan-akan membiarkan pasukan Kurdi diserang oleh pasukan Turki di perbatasan antara Suriah dan Turki.

Di sisi lain, perlu juga diperhitungkan, karena kehadiran pasukan AS di Irak yang bertetangga dengan Iran, suatu kecemasan AS juga terhadap Iran. AS sejak awal memang ingin memantau Iran dengan kehadiran pasukannya di Irak.

Tetapi menjadi pertanyaan, apakah Irak mengizinkan pasukan AS kembali ke Irak. Untuk ini belum ada komentar resmi dari pemerintah Irak.

Perdana Menteri Irak sekarang adalah Adel Abdul Mahdi. Ia berasal dari Islam Syiah. Bersama Sayyid Muqtada al-Sadr, mereka menentang kehadiran pasukan AS di Irak. Hal ini wajar, karena sejak Saddam Hussein (Islam Sunni), mayoritas penduduk Irak beragama Islam Syiah ingin menunjukkan keberadaannya.

Pada tahun 2003, Saddam Hussein secara paksa diturunkan dari kekuasaan oleh AS, Inggris dan sekutunya selama Perang Irak. Kemudian pada hari Sabtu, 30 Desember 2016, menjelang pukul 6 pagi waktu Irak, Saddam Hussein menghembuskan nafas terakhir di tiang gantungan.

Situasi benar-benar berubah di Irak setelah Saddam Hussein.  Pemerintahan tidak lagi di satu tangan. Presiden Irak setelah Saddam Husein, sekarang dipimpin dari suku Kurdi,  Ahmed Salih. Ia adalah Presiden Irak ke-10 yang saat ini menjabat sejak 2 Oktober 2018. Dia juga adalah mantan perdana menteri Pemerintah Regional Kurdistan di Kurdistan Irak dan mantan wakil perdana menteri pemerintah federal Irak. Sementara kelompok Sunni di Irak setelah Saddam Hussein (Islam Sunni), tumbang diberi kekuasaan yang tidak begitu berpengaruh di Parlemen Irak.


Selasa, 07 April 2020

PERINGATAN HARI LAHIR ARISTIDES KATOPPO ITU BATAL SETELAH MEREBAKNYA VIRUS CORONA


*Peringatan Hari Lahir Aristides Katoppo Itu Batal Setelah Merebaknya Virus Corona* 

 _Oleh Dasman Djamaluddin_ 

Sebelum tanggal 14 Maret 2020 muncul   undangan via WAG yang mengundang saya agar menghadiri acara hari lahir almarhum Aristides Katoppo. Tidak lama kemudian, karena bertambah merebaknya virus Corona atau Covid -19, istri almarhum, Sasmiyarsi Sasmoyo meralat undangan tersebut, " acara dibatalkan."

Tidak hanya keluarga besar almarhum Aristides Katoppo yang dibatalkan, tetapi juga acara warga negara di Indonesia lainnya banyak yang dibatalkan. Merebaknya Covid-19 di Indonesia sudah tentu mencemaskan. Hampir setiap hari korban yang meninggal dunia dan yang sakit bertambah. Banyak yang bertanya, kapan ya, suasana seperti ini berlalu?

Aristides Katoppo merupakan wartawan senior kelahiran Tomohon, Sulawesi Utara, yang lahir pada 14 Maret 1938.

Dia selama ini dikenal sebagai wartawan senior harian Sinar Harapan/Suara Pembaruan dan pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Untuk memperingati hari lahir almarhum yang meninggal dunia di umur 81 tahun karena sakit pada hari Minggu, 29 September 2019  siang di Rumah Sakit Abdi Waluyo, keluarga besar telah menyusun sebuah buku: "Panggil Saya Bokap," sebuah Dokumentasi Keluarga Aristides Katoppo (1938-2019) (Jakarta: Penerbit Kosa Kata Kita, 2020).

Karena sejak awal ingin membacanya, saya meminta kepada Ibu Sasmiyarsi Sasmoyo mengirimkan bukunya. Hal itu tidak mungkin dipenuhi karena dalam suasana merebaknya Covid-19. Akhirnya isteri almarhum mengirim soft copy buku melalui WAG.

Buku ini diawali "Sekapur Sirih," dari Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Wijoyo dan Prolog Eka Budianta, berjudul: "Ketika Bokap Gugur." Ada juga tulusan, antara lain, Basuki Tjahaya Purnama, Ganjar Pranowo, Ishadi SK dan Goenawan Mohammad. 

Tulisan saya berada di halaman 48-50 buku tersebut yang diambil dari Kompasiana, Minggu, 6 Oktober 2019, berjudul: "Selamat Jalan Wartawan Senior Aristides Katoppo." Saya menulis:

"Minggu, 29 September 2019, saya menerima kabar duka datang dari dunia jurnalistik Indonesia. Jurnalis senior yang juga salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen, Aristides Katoppo dikabarkan meninggal dunia pada hari ini, Minggu, 29 September 2019, sekitar pukul 12.05 WIB.

Kabar meninggalnya eks wartawan senior "Sinar Harapan" atau "Suara Pembaruan" itu disampaikan sejumlah akun di laman Twitter, Minggu siang.

"Telah berpulang ke rumah Bapa di surga, eks wartawan senior Sinar Harapan/Suara Pembaruan dan pendiri AJI (Aliansi Jurnalis Independen) *Aristides Katoppo* pada hari Minggu 29 September 2019, sekitar pk 12:05. (Info dr Ign Haryanto) #RIPAristidesKatoppo," tulis Komisaris Utama PT Adhi Karya (Persero), Fadjroel Rachman di akun Twitternya @fadjroeL.

Saya yang baru saja menerima langsung WA dari Nurman Diah, langsung teringat sebuah kenangan pada hari Senin, 11 Juni 2018, ketika memenuhi undangan keluarga Aristides Katoppo untuk berbuka puasa di rumahnya.

Dalam pikiran saya, banyak wartawan atau mantan wartawan yang hadir di rumahnya. Ternyata, keluarga memang tidak mengundang wartawan yang lain, selain beberapa orang, termasuk diri saya.

Selain saya, ada seorang anak muda bernama Iwan Setiawan. Ia sering menulis buku, beragama Budha. Mengapa saya sedikit membicarakannya tentang agama? Karena Aristides Katoppo dan isteri, Samiyarsi Katoppo Sasmoyo (Mimis) mengundang saya berbuka puasa, beragama Kristen.

Jadi secara tidak langsung terciptalah kerukunan beragama di rumah keluarga besar Aristides Katoppo.

Di usia 80 tahun, Aristides masih ingat dengan saya. Bagaimana dahulu pertama kali saya mewawancarai beliau untuk mengisi buku yang saya tulis: "Butir-Butir Padi B.M.Diah, Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman" (Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992). 

Ia pun masih ingat, saya dulu dan Aristides pergi ke Bogor dalam membantu menyusun buku yang saya sunting: "Gunawan Satari, Pejuang, Pendidik dan Ilmuwan" (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994). 

Lebih saya kagum, Aristides di usianya ke 80, ia masih ingat tentang buku saya; "Saddam Hussein Menghalau Tantangan," yang diterbitkan oleh Aristides tahun 1998. Buku ini diterbitkan atas kerjasama saya dengan Kedutaan Besar Irak di Jakarta.

Memang buku ini merupakan hasil perjalanan saya ke Irak, di bukan Desember 1992, atas undangan Kementerian Penerangan Irak. Buku ini pun akhirnya memperoleh penghargaan dari Kantor Sekretaris Presiden Republik Irak pada 24 Juni 1998.

Ia yang sangat sibuk hilir mudik menanyakan tentang persiapan untuk berbuka puasa dan makan sahur, bagi kami yang kerja hingga malam, bahkan menjelang sahur.

Minimal pembicaraan Aristides tentang Papua sedikit mengingatkan saya tentang berbagai hal yang berkembang di Papua, baik semasa kuliah di sana, maupun awal-awal sejarah Papua ke pangkuan RI. 

Bahkan Aristides banyak menambah pengetahuan saya, di saat-saat Presiden RI Soekarno bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Kennedy. Usaha Uni Soviet yang juga ingin masuk ke Papua.

Kerukunan beragama yang saya alami di Rumah Aristides Katoppo, sudah lama saya saksikan ketika bergabung dengan Kelompok Harian "Kompas," baik semasa saya di Jakarta tahun 1989 maupun di Kelompok Harian Kompas di Palembang yang sudah tentu mengingatkan akan figur Valens Goa Doy. 

Ia yang sangat sibuk hilir mudik menanyakan tentang persiapan untuk berbuka puasa dan makan sahur, bagi kami yang kerja hingga malam, bahkan menjelang sahur.

Seperti saya yang sering berurusan dengan berita luar negeri, karena perbedaan waktu yang sangat jauh antara misalnya di Amerika Serikat dengan Indonesia.

Berarti dengan pengalaman saya berbuka di rumah Aristides Katoppo, ternyata di antara kita, memaknai kerukunan antar ummat beragama sudah kami praktikkan sejak lama.

Itu belum lagi dikaitkan dengan pengalaman saya bergabung dengan Majalah "Topik," tahun 1982 dan Harian "Merdeka," tahun 1992, kedua penerbitan ini tergabung dalam Kelompok Harian Merdeka pimpinan seorang nasionalis tulen Burhanudin Mohamad Diah atau namanya populer dengan singkatan B.M.Diah.

Selamat jalan wartawan senior, Aristides Katoppo...