Rabu, 18 Desember 2019

Kiriman Buku dari Putera Jenderal yang Saya Kenal

Inilah putera bungsu atau putera ke-4 Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat, yaitu Bambang Wasono Basoeki Rachmat yang baru saja mengirimkan buku biografi ayahnya kepada saya.

Sudah tentu saya senang, karena hubungan silaturrahmi antara saya dan keluarga besar Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat tetap terus terjalin.
Pertama kali saya berhubungan erat dengan keluarga Jenderal Anumerta Basoeki Rachmat, ya, ketika menulis biografi buku "Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar." 

Jenderal Basoeki telah meninggal dunia pada 10 Januari 1969. Melalui keluarga, lahirlah sebuah buku berjudul: "Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar (Jakarta: Grasindo,1998 dan 2008). Diterbitkan dua kali oleh Penerbit Grasindo.
Kemudian, Jenderal kedua, saya berkenalan lagi dengan seorang Jenderal, Letnan Jenderal TNI (Marinir) Safzen Noerdin.

Saya hadir ketika diundang di Graha Marinir, Jakarta pada Rabu  malam, 30 Maret 2016. Graha Marinir itu dipenuhi para petinggi TNI, khususnya dari Angkatan Laut RI. Kehadiran mereka waktu itu, sudah tentu berkaitan dengan undangan Pak Safzen yang pada waktu itu juga menjadi Dubes RI untuk Irak dari tahun 2012-2015. Ia waktu itu meluncurkan buku tentang pengalamannya  selama bertugas di sana. 

Pak Safzen memang tidak pernah melupakan saya dan undangan dikirim melalui Hand Phone.
Buku berjudul "Hari-Hari Rawan di Irak" itu diterbitkan oleh Penerbit Rajawali Consultant, Maret 2016 , dan diluncurkan di Graha Marinir Jakarta, pada malam hari itu.
Safzen yang  juga mantan Komandan Korps Marinir TNI AL menuliskan pengalamannya selama menjadi Duta Besar Indonesia di Irak.  Dari laporan terakhir di Irak yang ditayangkan berbentuk buku dan juga dari film singkat di ruangan itu, benar bahwa situasi di Irak sangat rawan. 
Sangatlah wajar, jika para istri dan anak-anak para staf Kedutaan Besar RI di Irak, termasuk duta besarnya  tidak diizinkan bersama mereka di Irak,  sebagai antisipasi jika terjadi keadaan darurat, sesegera mungkin bisa hijrah ke negara tetangga tanpa beban psikologis.
Dari laporan tersebut tergambar bahwa hampir setiap hari bom mobil meledak. Bahkan untuk itu Dubes kita di Irak memiliki dua mobil anti peluru di Kedutaan Besar Indonesia di Irak sebagai antisipasi jika Dubes atau stafnya pergi ke luar dari kedutaan besar yang  dipagari tembok beton setebal 40-50 cm, kalau Allah mengizinkan, bisa selamat.
Mengapa saya juga tahu? Ya, sebagaimana saya tuturkan di atas, saya juga  pernah diundang Pak Safzen Noerdin ke Irak pada September 2014. Hubungan erat saya dengan Pak Safzen di mulai ketika beliau belum menjadi duta besar. 
Selanjutnya Jenderal yang saya kenal adalah Letnan Jenderal (Purn) Rais Abin. Dari perkenalan itu terbit buku:  "Catatan Rais Abin, Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah, 1976-1979 (Jakarta: Penerbit Kompas,2012)."  Kata Sambutan (Sekapur  Sirih) ditulis sendiri oleh Pak Jacob  Oetama, Pemimpin Umum Harian Kompas.
Buat saya, ke Irak pada 2014, di masa Dubes Indonesia, Safzen Norton  menambah wawasan saya, karena pada Desember 1992, saya juga mengunjungi Irak atas undangan Kementerian Penerangan Irak. Itu pun atas jasa Pak Burhanudin Mohamad (B.M) Diah setelah beliau senang dengan penerbitan buku biografinya yang saya tulis : "Butir Butir Padi B.M.Diah, Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman (Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992).  
Saya ke Irak waktu itu melalui Rusia karena keterkaitan Pak Diah yang pernah mewawancara Pemimpin Tertinggi Uni Soviet, Mikhail Gorbachev. Tiga malam  di rumah keluarga Svet Zakharov, di Moskow,  saya betul-betul diperlakukan dengan baik dan ramah.  Hal ini tidak terlepas dari jalinan akrab Svet Zakharov dengan Harian "Merdeka," apalagi saya ke sana atas  rekomendasi B.M.Diah sebagai penanggung-jawab  Grup Merdeka ( Harian Merdeka, Majalah Keluarga, Majalah Topik dan Indonesian Observer).
Di hari-hari yang senggang di Moskow, saya banyak membaca laporan pertemuan B.M.Diah dengan Mikhail Gorbachev di Kremlin pada 21 Juli 1987. Sejak memegang pucuk pimpinan di Uni Soviet lebih dua tahun berselang, Mikhail Gorbachev , Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet, banyak menarik perhatian dunia. Itu berkat tindakan-tindakan yang cukup mengejutkan, yang tak jarang jauh di luar ramalan pengemat politik sekalipun.
Saya tidak berhenti membaca laporan tersebut. Ikuti dialog B.M.Diah ketika bertemu Gorbachev:
{"Dengan ramah dan senyum persahabatan, ia (Gorbachev) memulai membuka kesempatan bagi B.M.Diah mewawancarainya. Wawancara B.M.Diah ini sekaligus untuk memperingati satu tahun pidato  Gorbachev di Vladivostok yang merupakan angin baru pandangan Uni Soviet bagi kawasan Asia-Pasifik.
Mikhail Sergeyev Gorbachev: Saya senang ketemu dengan Tuan Diah. Saya mendengar banyak mengenai kegiatan Tuan. Tuan sudah beberapa puluh tahun  aktif dalam bidang jurnalistik, bukan ?

M.Diah : Saya senang bertemu dengan Tuan Sekretaris Jenderal. Ini suatu kehormatan besar bagi saya. Betul sekali sudah selama 50 tahun saya aktif dalam dunia jurnalistik.

Mikhail Sergeyev Gorbachev : Itulah pengalaman yang besar. Dan pengalaman bukan sesuatu beban yang tak diperlukan, apalagi kalau dipergunakan  secara benar. Misalnya kami sekarang melaksanakan  tugas-tugas baru dalam negeri kami. Dan pada tahap perkembangannya ini, kami  terus memperkaya diri atas dasar pengalaman serta pelajaran sejarah.

B.M.Diah: Kami sangat memperhatikan pidato-pidato  Tuan serta proses-proses yang sedang terjadi  di Uni Republik Sosialis Soviet.

Mikhail Sergeyev Gorbachev:  Terimakasih.  Apakah kata-kata perestroika  dan glasnost  sudah sampai ke Indonesia ? Dapatkah kata-kata ini  diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia?

B.M.Diah: Kata-kata itu dikenal baik di negara kami dan tidak perlu diterjemahkan.

Mikhail Sergeyev Gorbachev : Sambil menyerahkan kepada Tuan jawaban-jawaban tertulis atas pertanyaan – pertanyaan, saya ingin mendahuluinya dengan catatan-catatan yang tidak besar, tetapi, menurut pendapat saya, esensial. Saya berterimakasih kepada Tuan,  dan Redaksi surat kabar Tuan, atas diperhatikannya Hari Ulang Tahun pidato saya di Vladivostok. Pimpinan Soviet  memberi arti penting kepada apa yang telah dikatakan di Vladivostok. Waktu itu kami berusaha menguraikan  politik kami terhadap  kawasan yang didiami  oleh ratusan juta manusia. Dalam pada itu kami mengharapkan pengertian  yang sewajarnya atas politik kami.

Pertanyaan-pertanyaan yang Tuan kemukakan, saya memandang sebagai bukti bahwa dalam masyarakat Indonesia ada perhatian pada politik kami, pada penilaian-penilaian kami akan keadaan di kawasan Asia Pasifik, pada pemikiran-pemikiran kami mengenai masa depan kawasan ini dalam konteks  politik dunia.

Catatan-catatan saya adalah sebagai berikut:

Kami berusaha memandang dunia modern dari posisi yang  benar-benar ilmiah dan realistis. Analisa yang dibuat ini membawa kami pada suatu pandangan dunia yang baru, pada politik yang baru, yang kami proklamasikan pada kongres partai kami.

Analisa ini membantu kami melihat realitas-realitas yang menjadi karakteristik untuk dunia masa kini. Dan dunia sekarang ini berbeda serius dengan dunia 30-40 tahun yang lalu.

Pertama-tama, peradaban manusia menjadi terancam karena persediaan-persediaan senjata nuklir yang luar biasa banyak jumlahnya, ini suatu realitas yang tidak dapat diabaikan. Sebaliknya, penilaian yang benar terhadap realitas tersebut membantu kita menarik kesimpulan bahwa hari ini masalah-masalah dunia tidak dapat diselesaikan melalui jalan-jalan militer, karena jalan ini dapat mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi  yang tidak dapat diramalkan. Itu berarti bahwa perlu ada koreksi  dalam pandangan-pandangan pada dunia ini serta dalam politik negara-negara.



Masalah-masalah yang terdapat di dunia ini menuntut penyatuan  usaha-usaha semua negara. Dan pada umumnya, kalau  kita melihat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknik, maka kemajuan semakin membikin kita saling mendekatkan kita serta mendekatkan  kita secara lebih erat dari pada kapan pun juga. Kita semakin banyak saling tergantung, kita semakin banyak saling membutuhkan."}
Wawancara B.M.Diah dengan Mikhail Gorbachev dapat dilihat lengkap dalam bukunya:  Mahkota bagi Seorang Wartawan.  Menurut B.M.Diah, wawancara ini merupakan tugas puncak  yang  ia peroleh.  “Kami betul-betul senang dengan pertemuan ini, Tuan Sekretaris Jenderal. Bagi saya pribadi,  ini adalah mahkota  dari kegiatan jurnalistik saya selama 50 tahun,” ujar B.M.Diah kepada Mikhail Gorbachev .
Kembali ke diri saya, perjalanan saya ke  Irak tahun 1992 sudah di bukukan berjudul: "Saddam Hussein Menghalau Tantangan," dicetak oleh PT.Penebar Swadaya, 1998 bekerja sama dengan Kedutaan Besar Irak di Jakarta. Buku ini sudah dibaca Presiden Irak Saddam Hussein saat itu. Untuk itu saya memperoleh penghargaan dari Kantor Sekretaris Presiden Republik Irak di Baghdad. Di Baghdad, Irak, saya mendengar langsung situasi di Irak waktu itu dari Menteri Perindustrian dan Perlogaman Irak, Amir al-Saadi. Ia juga seorang Jenderal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar