Hari ini banyak komentar kritikan terhadap politikus muda PDIP Arteria Dahlan yang menuai kritik parah di media sosial, karena mengeluarkan kata kasar kepada Prof. Dr. Emil Salim.
Itu semua terjadi setelah anggota Komisi Hukum DPR tersebut terlibat debat dengan Menteri Lingkungan Hidup RI, Emil Salim, dalam acara "Mata Najwa" di "Trans7," Rabu, 9 Oktober 2019.
Benar Arteria Dahlan, bergelar S.T., S.H., M.H.B.A.C.O.T, tetapi ada yang kita lupakan, ada unsur etika ketika berhadapan dengan orang lebih tua dari pada kita. Di Barat memang tidak berpengaruh, tetapi di Indonesia, negara yang berbudaya tinggi, tata cara dalam etika harus kita pelajari juga.
Adalah BJ Habibie telah mengenalkan istilah Imtaq, yang menjadi akronim dari kata Iman dan Taqwa.
Bagi BJ Habibie, Iptek sebagai istilah lain dari ilmu pengetahuan dan teknologi dan Imtaq sebagai istilah lain dari Iman dan Taqwa (yang merupakan ajaran agama), keduanya sama-sama penting dan keduanya tidak bisa dipisahkan. Iptek saja tanpa Imtaq berbahaya, oleh karena itulah beliau pernah mengatakan bahwa dalam pendidikan dengan kebudayaan harus serentak pelaksanaannya. Pemaknaan dari pemikiran BJ Habibie tersebut, salah satunya adalah bertujuan melahirkan manusia-manusia yang cerdas secara intelektual dan juga cerdas secara spiritual dan sosial, sehingga bisa menghormati mereka yang berbeda, serta mampu menghormati budaya yang ada.
Rabu, 09 Oktober 2019
Minggu, 06 Oktober 2019
SMA Negeri Blora, Sebuah Kenangan
Tanggal 1 Oktober 2011, saya diundang Ikatan Alumni Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Blora dalam rangka Halal Bihalal dan Silaturrahmi 2011. Menarik sekali acara tersebut. Selain bertemu lagi dengan para teman semasa SMA Negeri Blora, juga saling bermaaf-maafan, karena kita baru saja melaksanakan Idul Fitri.
Sejak saya sekolah di SMA Negeri Blora, baru-baru ini saja paham tanggal lahir SMA Negeri Blora yang sekarang bernama SMA Negeri I Blora itu. Hal itu saya ketahui dari salah seorang guru bernama Friswanti Indrawuni. "Tanggal lahirnya 1 Oktober 1959. Jadi sekarang sudah berusia 60 tahun," ujarnya.
Saya di SMA Negeri Blora setelah lulus Sekolah Menengah Pertama Negeri I di kota kelahiran saya Kota Jambi. Di SMA Negeri Blora sejak tahun 1972 hingga 1974.
Blora adalah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah Blora, sekitar 127 km sebelah timur Semarang. Berada di bagian timur Jawa Tengah, Kabupaten Blora berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur.
Sejak saya sekolah di SMA Negeri Blora, baru-baru ini saja paham tanggal lahir SMA Negeri Blora yang sekarang bernama SMA Negeri I Blora itu. Hal itu saya ketahui dari salah seorang guru bernama Friswanti Indrawuni. "Tanggal lahirnya 1 Oktober 1959. Jadi sekarang sudah berusia 60 tahun," ujarnya.
Saya di SMA Negeri Blora setelah lulus Sekolah Menengah Pertama Negeri I di kota kelahiran saya Kota Jambi. Di SMA Negeri Blora sejak tahun 1972 hingga 1974.
Blora adalah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah Blora, sekitar 127 km sebelah timur Semarang. Berada di bagian timur Jawa Tengah, Kabupaten Blora berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur.
Sekarang, SMA Negeri 1 Blora merupakan salah satu dari Sekolah Menengah Atas Negeri yang ada di Kabupaten Blora, Jawa Tengah seperti pada sekolah menengah atas umumnya. Masa pendidika di SMAN 1 Blora ditempuh dalam waktu tiga tahun pelajaran, mulai dari Kelas X sampai Kelas XII.
Tenaga pendidik (guru) berjumlah 63 orang dengan kualifikasi sarjana. Dalam rangka persiapan menghadapi program RSBI, 13 orang guru bergelar Magister Pendidikan dan menggiatkan kursus bahasa Inggris, komputer, dan internet.
Sejak digulirkannya rencana pelaksanaan program SDIP (School Development Invesment Plan) yang dalam perjalanannya berubah menjadi SBI (Sekolah Nasional Bertaraf Internasional) keluarga besar SMAN 1 Blora terus berbenah dan dengan serius mempersiapkan diri.
Blora sebagai sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kekayaan hutan jatinya. Tetapi yang tidak kalah penting, Kabupaten Blora menjadi sumber inspirasi para tokoh dan sastrawan nasional yang punya kaitan dengan Blora, yaitu Dr Soetomo, tokoh penggerak Kebangkitan Nasional. Kedua, Raden Mas Tirto Adhi Soerjo yang dikenal dengan sebutan Raden Djokomono dan ketiga, adalah Pramoedya Ananta Toer.
Ketiga tokoh ini memiliki ciri khas masing-masing dan sudah tentu pula memiliki latar belakang berbeda. Misal, Dr Soetomo yang lahir di Desa Ngepeh, Kabupaten Nganjuk, keterkaitannya dengan Blora karena bertugas sebagai dokter di Blora. Ia menemui pasangannya, seorang perawat d berkebangsaan Belanda, EJ de Graaf di sebuah rumah sakit di Blora.
Kedua, Tirto Adhi Soerjo (Raden Djokomono), lahir di Blora tahun 1880, tetapi besar di Bandung (Jawa Barat). Bahkan diajukan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Daerah Jawa Barat. Itu dikarenakan, ia lebih banyak berkiprah di Jawa Barat dibanding Blora.
Ketiga, adalah Pramoedya Ananta Toer. Ia lahir di Jetis, Blora pada 6 Februari 1925. Ia mulai menulis sejak duduk di Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar). Ayahnya Toer adalah seorang guru dan aktivis Partai Nasional Indonesia (PNI) Cabang Blora.
Karya-karya Pram sudah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa, mungkin lebih. Ia meninggal dunia di Jakarta, diusia 81 tahun, pada 30 April 2006.
Saya mengenal Pram dari mantan Pemimpin Redaksi harian "Merdeka," , Joesoef Isak. Sudah tentu banyak yang menyanggah, bukankah Pemimpin Harian "Merdeka" itu, Burhanudin Mohamad (BM) Diah?
Benar. Joesoef Isak pernah menggantikan BM Diah untuk sementara ketika suami Herawati itu bertugas sebagai duta besar. Itu sementara.
Joesoef Isak pada tahun 2009 bercerita tentang Pramoedya Ananta Toer. Bahkan bersama Pramoedya sering menemui Duta Besar RI di Moskow (Rusia), yaitu Adam Malik. Juga sebagai orang yang memiliki penerbitan, Joesoef Isak sangat dipercaya Pramoedya menerbitkan buku-bukunya.
Tanggal 12-15 September 2018 lalu di Blora berlangsung acara "Cerita dari Blora " judul yang diambil dari tulisan Pramoedya Ananta Toer. Adik laki-laki Pram, Soesilo Pram ikut serta dalam diskusi buku kakaknya Pram, "Cerita dari Blora." Waktu itu saya merencanakan ke Blora, tetapi karena sesuatu hal, batal. Entahlah nanti di ulang tahun SMA Negeri 1 Blora, tahun 2020, saya bisa hadir. Semoga.
Jumat, 04 Oktober 2019
Nasib Donald Trump dalam Pilpres AS 2020
Oleh Dasman Djamaluddin
https://id.wikipedia.org/wiki/dasman_djamaluddin
Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2020 semakin ketat. Tudingan Donald Trump dari Partai Republik yaitu Presiden AS sekarang yang ingin kembali berkuasa untuk kedua kalinya kepada saingannya dari Partai Demokrat, Joe Biden semakin tidak terkendali.
Tidak terkendali, karena Trump sudah meminta terang-terangan, yaitu Ukraina dan Republik Rakyat China (RRC) menyelidiki Joe Biden. Pertanyaannya, mengapa harus melibatkan negara lain. Sebelumya ketika Pemilihan Presiden empat tahun lalu, Trump dituduh minta bantuan Rusia.
Waktu itu, mantan kepala badan intelijen Israel "Mossad," Tamir Pardo, memang telah mengklaim bahwa campur tangan Rusia di dunia maya telah membantu mempengaruhi pemilu presiden Amerika Serikat (AS) 2016 yang dimenangkan Donald Trump. Demikian bunyi laporan yang diturunkan media Israel, Haaretz.
Menurut Pardo, Rusia memilih kandidat yang paling menguntungkan secara politis untuknya dan menggunakan "bot" online untuk mengantarkan Trump ke kursi kepresidenan.
Terlepas benar atau tidak laporan tersebut, tetapi sebahagian besar rakyat AS percaya bahwa Rusia telah membantu Trump mengalahkan calon presiden AS dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Sekarang Presiden AS Donald Trump secara terang-terangan mengatakan bahwa dia ingin agar China dan Ukraina melakukan penyelidikan terhadap mantan wakil presiden AS Joe Biden.
Pernyataan mengejutkan yang sepertinya bakal memperkuat dugaan yang sedang diselidiki dalam upaya pemakzulan disampaikan langsung oleh Trump, Kamis 3 Oktober 2019.
Trump sebelumnya telah menjadi sasaran penyelidikan formal untuk pemakzulan yang didorong Partai Demokrat di Kongres AS, menyusul adanya laporan pengaduan yang menyebut Trump telah menyalahgunakan kekuasaannya sebagai presiden.
Dugaan tersebut berkaitan dengan pembicaraan telepon antara Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, pada 25 Juli lalu.
Menurut rangkuman transkrip pembicaraan telepon yang dirilis Gedung Putih, Trump disebut meminta bantuan Zelensky untuk menyelidiki Joe Biden dan putranya Hunter, dalam kaitannya dengan skandal migas yang dilakukan di Ukraina.
Sekarang kita melihat dan menyaksikan, apakah pemakzulan Presiden Donald Trump terjadi ? Atau yang terjadi sebaliknya, Trump akan terpilih kembali menjadi Presiden AS untuk empat tahun mendatang. Apalagi pengaruh dukungan dunia kepada Donald Trump jika ia terpilih menjadi penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2019.
Pada tahun 2018, Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe mengatakan, "Saya telah menominasikan Anda, dengan hormat, atas nama Jepang. Saya meminta mereka untuk memberi Anda hadiah Nobel Perdamaian," Trump membacakan surat Shinzo Abe kepadanya, seperti diwartakan USA Today, 15 Februari 2019.
Masuknya Trump dalam nominasi peraih Nobel dikaitkan dengan upayanya yang membuka dialog dengan Korea Utara yang selama ini berseteru dengan Gedung Putih.
Pada 2018, Trump dan Kim Jong-un, pemimpin Korea Utara akhirnya bertemu di Singapura setelah selama ini keduanya kerap perang mulut dan saling ancam.
Sejak pertemuan bersejarah itu, Trump mengklaim Korea Utara bukan lagi ancaman terkait senjata nuklir yang dimilikinya. Selanjutnya Trump dan Kim bertemu lagi di Hanoi, Vietnam pada 27 sampai 28 Februari 2019.
Kabar terkait langkah Shinzo Abe mendukung Trump membikin gaduh Jepang, baik di media dan parlemen. Surat kabar harian yang condong ke kiri, Asahi Shimbun, maupun surat kabar Yomiuri Shimbun yang condong ke kanan, dengan mengutip sumber pemerintah Jepang yang tidak mau disebutkan identitasnya, sama-sama menyebut Abe memang telah mencalonkan Trump untuk mendapat hadiah Nobel.
Sementara Shinzo Abe justru enggan mengomentari pernyataan Trump terkait dirinya yang diisukan mengajukan nama. Saat Abe berbicara di hadapan Parlemen, ia lebih memilih memuji kepemimpinan Trump yang dianggap mampu mengatasi masalah nuklir Korea Utara dan mengadakan KTT bersejarah di Singapura.
Dilansir "The New York Times," Abe juga bersyukur Trump ikut mengkhawatirkan nasib warga Jepang yang diculik oleh Korea Utara saat KTT di Singapura.
"Saya menghargai kepemimpinan Presiden Trump," kata Abe. Namun, ketika ditanya terkait nominasi hadiah Nobel Perdamaian, ia memilih bungkam dan mengutip kebijakan komite Nobel yang tidak boleh mengungkapkan nominasi sampai 50 tahun setelah Nobel diberikan.
Masyarakat internasional masih menunggu hasil peraih Nobel Perdamaian 2019. Seandainya Trump berhasil meraih Nobel Perdamaian 2019, bukan tidak mungkin ikut membantu dirinya dalam Pemilihan Presiden AS 2020.
Kamis, 03 Oktober 2019
Harian "Sriwijaya Post," Valens Goa Doy dan Raymond Toruan
Hari ini, 3 Oktober 2019, saya melihat halaman Harina Asiana di facebook dibanjiri ucapan selamat hari jadi ke-32 harian "Sriwijaya Post," yang terbit di Palembang, Sumatera Selatan. Meski hari jadi koran yang terbit di Palembang itu akan diperingati tanggal 12 Oktober 2019, tetapi halaman Harina Asiana sudah dipenuhi ucapan selamat, termasuk saya sendiri.
Harina Asiana ketika saya ditempatkan atas jasa wartawan senior harian "Kompas," Valens Goa Doy di harian "Sriwijaya Post," di Palembang, Harina Asiana sudah menduduki posisi penting dalam manajemen harian "Sriwijaya Post." Saya di surat kabar yang terbit di kota Palembang dan sekitarnya itu setelah tidak lagi membantu Azkarmin Zaini di harian "Pelita," manajemen baru.
Saya memakai kalimat "berkat jasa," karena sebelumnya saya pun sudah bergabung di Kelompok Penerbitan Kompas di Jakarta setelah majalah "Topik," (kelompok Merdeka pimpinan Burhanudin Mohamad Diah) tidak terbit lagi. Saya bergabung di Kelompok Kompas (dulu namanya Pers Daerah) pada tanggal 15 Maret 1989 hingga 17 Juni 1990. Singkat sekali, karena saya kemudian bergabung dengan mantan wartawan "Kompas," Sudirman Tebba, Purnama Kusumaningrat dan seorang lagi Zaili Asril di bawah pimpinan mantan Sekretaris Redaksi harian "Kompas," Azkarmin Zaini ke harian "Pelita" manajemen baru.
Harian "Pelita," gagal berkembang dan Azkarmin Zaini kemudian menjadi Direktur News, Sports & Corporate Communications televisi ANTV dan salah satu wartawan senior Indonesia. Sebelumnya dia menjabat sebagai Pemimpin Redaksi ANTV sejak jaringan televisi itu berdiri tahun 1993 - 2005 dan pada tahun 2007 - 2010.
Waktu saya ingin pindah ke harian "Pelita " manajemen baru wartawan di Grup "Kompas," Raymond Toruan menemui saya dan disinilah saya kenal baik dengan wartawan senior Grup Kompas, "The Jakarta Post," yang juga ikut mengurusi Pers Daerah "Kompas" waktu itu.
Akan halnya wartawan senior "Kompas," Valens Goa Doy," dari beliaulah saya belajar kebaikan sebuah hati. Mana mungkin bila seseorang sudah menyatakan mengundurkan diri, kemudian kembali ingin bergabung, kembali diterima. Itulah dia Valens Goa Doy.
Ketika terdengar wartawan senior Valens Goa Doy itu menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 21.30 Wita, Selasa 3 Mei 2005, saya berdoa semoga wartawan baik itu sudah hidup damai di alam sana.
Hubungan saya meski tidak lagi terjalin melalui dunia jurnalistik dengan Grup Kompas, tetapi hubungan itu terjalin melalui penulisan buku. Terakhir saya menerbitkan buku sebagai editor buku: "Catatan BM Diah," yang diterbitkan Yayasan Pustaka Obor Indonesia, tahun 2018. Meski tidak terlihat peranan Penerbit Kompas, sesungguhnya kedua penerbitan ini bekerjasama.
Juga buku saya "Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supesemar" diterbitkan Grasindo dua kali, yaitu tahun 1998 dan diterbitkan lagi tahun 2008. Grasindo adalah PT. Gramedia Widiasarana Indonesia beralamat di Gedung Kompas Gramedia.
Menariknya yaitu ketika menulis buku: "Rais Abin, Panglima Pasukan PBB di Timur Tengah 1976-1979" (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012), waktu itu Pemimpin Umum Harian Kompas Jacob Oetama bersedia menulis "Sekapur Sirih," dalam buku tersebut.
Lebih menarik lagi pada hari Kamis, 26 Juli 2012, saya diajak Ketua Umum Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Rais Abin menemui Pemimpin Umum dan Pendiri Harian "Kompas" Dr (HC) Jakob Oetama. Saya merasa bangga karena bisa menyaksikan kedua sahabat yang sezaman ini bersenda gurau di lantai VI Harian "Kompas." Usia Jakob Oetama, tidak begitu jauh terpaut dengan Rais Abin karena beliau lahir di Borobudur, Magelang, 27 September 1931.
Jakob Oetama sangat konsisten dengan tugasnya sebagai wartawan. Waktu itu ia merupakan Presiden Direktur Kelompok Kompas-Gramedia. Seorang rekan pernah membisiki saya, apakah benar atau tidak informasi itu bahwa pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, beliau pernah ditawari jabatan Menteri Penerangan RI oleh Harmoko? Memang benar tawaran tersebut, tetapi Jakob Oetama menolak.
Pada waktu pembicaraan ini, Jakob Oetama ditemani Redaktur Senior Kompas August Parengkuan yang kemudian dipercaya menjadi Duta Besar RI untuk Italia.
Harina Asiana ketika saya ditempatkan atas jasa wartawan senior harian "Kompas," Valens Goa Doy di harian "Sriwijaya Post," di Palembang, Harina Asiana sudah menduduki posisi penting dalam manajemen harian "Sriwijaya Post." Saya di surat kabar yang terbit di kota Palembang dan sekitarnya itu setelah tidak lagi membantu Azkarmin Zaini di harian "Pelita," manajemen baru.
Saya memakai kalimat "berkat jasa," karena sebelumnya saya pun sudah bergabung di Kelompok Penerbitan Kompas di Jakarta setelah majalah "Topik," (kelompok Merdeka pimpinan Burhanudin Mohamad Diah) tidak terbit lagi. Saya bergabung di Kelompok Kompas (dulu namanya Pers Daerah) pada tanggal 15 Maret 1989 hingga 17 Juni 1990. Singkat sekali, karena saya kemudian bergabung dengan mantan wartawan "Kompas," Sudirman Tebba, Purnama Kusumaningrat dan seorang lagi Zaili Asril di bawah pimpinan mantan Sekretaris Redaksi harian "Kompas," Azkarmin Zaini ke harian "Pelita" manajemen baru.
Harian "Pelita," gagal berkembang dan Azkarmin Zaini kemudian menjadi Direktur News, Sports & Corporate Communications televisi ANTV dan salah satu wartawan senior Indonesia. Sebelumnya dia menjabat sebagai Pemimpin Redaksi ANTV sejak jaringan televisi itu berdiri tahun 1993 - 2005 dan pada tahun 2007 - 2010.
Waktu saya ingin pindah ke harian "Pelita " manajemen baru wartawan di Grup "Kompas," Raymond Toruan menemui saya dan disinilah saya kenal baik dengan wartawan senior Grup Kompas, "The Jakarta Post," yang juga ikut mengurusi Pers Daerah "Kompas" waktu itu.
Akan halnya wartawan senior "Kompas," Valens Goa Doy," dari beliaulah saya belajar kebaikan sebuah hati. Mana mungkin bila seseorang sudah menyatakan mengundurkan diri, kemudian kembali ingin bergabung, kembali diterima. Itulah dia Valens Goa Doy.
Ketika terdengar wartawan senior Valens Goa Doy itu menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 21.30 Wita, Selasa 3 Mei 2005, saya berdoa semoga wartawan baik itu sudah hidup damai di alam sana.
Hubungan saya meski tidak lagi terjalin melalui dunia jurnalistik dengan Grup Kompas, tetapi hubungan itu terjalin melalui penulisan buku. Terakhir saya menerbitkan buku sebagai editor buku: "Catatan BM Diah," yang diterbitkan Yayasan Pustaka Obor Indonesia, tahun 2018. Meski tidak terlihat peranan Penerbit Kompas, sesungguhnya kedua penerbitan ini bekerjasama.
Juga buku saya "Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supesemar" diterbitkan Grasindo dua kali, yaitu tahun 1998 dan diterbitkan lagi tahun 2008. Grasindo adalah PT. Gramedia Widiasarana Indonesia beralamat di Gedung Kompas Gramedia.
Menariknya yaitu ketika menulis buku: "Rais Abin, Panglima Pasukan PBB di Timur Tengah 1976-1979" (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012), waktu itu Pemimpin Umum Harian Kompas Jacob Oetama bersedia menulis "Sekapur Sirih," dalam buku tersebut.
Lebih menarik lagi pada hari Kamis, 26 Juli 2012, saya diajak Ketua Umum Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Rais Abin menemui Pemimpin Umum dan Pendiri Harian "Kompas" Dr (HC) Jakob Oetama. Saya merasa bangga karena bisa menyaksikan kedua sahabat yang sezaman ini bersenda gurau di lantai VI Harian "Kompas." Usia Jakob Oetama, tidak begitu jauh terpaut dengan Rais Abin karena beliau lahir di Borobudur, Magelang, 27 September 1931.
Jakob Oetama sangat konsisten dengan tugasnya sebagai wartawan. Waktu itu ia merupakan Presiden Direktur Kelompok Kompas-Gramedia. Seorang rekan pernah membisiki saya, apakah benar atau tidak informasi itu bahwa pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, beliau pernah ditawari jabatan Menteri Penerangan RI oleh Harmoko? Memang benar tawaran tersebut, tetapi Jakob Oetama menolak.
Pada waktu pembicaraan ini, Jakob Oetama ditemani Redaktur Senior Kompas August Parengkuan yang kemudian dipercaya menjadi Duta Besar RI untuk Italia.
Langganan:
Postingan (Atom)