Selasa, 07 Februari 2017
Sejarah: OPR di Sumatera Barat disusupi PKI
PKI maupun Ormasnya, melakukan infiltrasi kedalam organisasi OPR (Organisasi Perlawanan Rakyat). Bagaimana pengalaman saya menghadapi OPR, Bpk.Dasman Djamaluddin menulis:
Pasukan Ahmad Yani Disusupi PKI?
Written by Dasman Djamaluddin
Friday, 29 June 2012
Faktanya, kehadiran PKI disambut hangat rakyat Indonesia sehingga dapat bertumbuh dengan subur....
Ahmad Husein mengatakan kepada saya, komunis itu paham anti tuhan. Nada itu sangat tegas dikatakannya. Ketegasan itu bukan tanpa alasan, karena Ahmad Husein sejak di HIS maupun MULO Taman Siswa sudah dikaderkan oleh Kepanduan Hizbul Wathan, yang dibentuk Muhammadiyah, sehingga bolehlah disebut sebagai orang yang taat beragama.
Memang, sepak terjang Partai Komunis Indonesia (PKI) di Sumatera Barat sangat memprihatinkan, sehingga Ahmad Husein jadi ikut membenci PKI.
Untuk menggambarkan situasi Sumatera Barat di masa itu, saya pernah berjumpa dengan Jacky Mardono Tjokrodiredjo, mantan Kapolres Padang Pariaman, di masa Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
"Banyak sekali preman dan perampokan-perampokan," ujar Jacky. "Anda tahu siapa yang melakukan?" tanyanya kepada saya. "Itulah OPR, Organisasi Perlawanan Rakyat!" Ia sendiri yang menjawab. Menurutnya lagi, pada waktu penumpasan PRRI, maka telah dibentuk OPR atau Organisasi Perlawanan Rakyat. Pada masa proloog G30S, walau resminya OPR telah dibubarkan, ex anggota OPR masih bebas menggunakan seragam militer.
Pada tahun 1965, terdengar kabar bahwa ex anggota OPR yang fisiknya memenuhi syarat, akan dididik menjadi anggota TNI-AD. Syarat pendidikan dikesampingkan, yang penting kondisi fisik.
Kepindahan saya dari Polres Pasaman ke Polres Padang Pariaman, tidak dapat dikatakan sebagai mutasi rutin. Pada waktu itu, pada umumnya mutasi untuk jabatan Kapolres, dilaksanakan setelah seseorang menjabat minimal 2 tahun di suatu wilayah. Saya baru menjabat 9 bulan sebagai Kapolres Pasaman, sudah terkena mutasi. Pertimbangannya, Polres Padang Pariaman adalah Polres yang tertinggi angka perampokannya dengan menggunakan senjata api," tutur Jacky.
Ditambahkan Jacky, perampokan yang terjadi sering diiringi dengan pembunuhan dan perkosaan. Pelaku perampokan disinyalir adalah ex anggota OPR. Setiap Polres akan melakukan penindakan, selalu memperoleh hambatan dari oknum-oknum militer. Menurut oknum-oknum tersebut, tuduhan bahwa yang melakukan perampokan adalah ex anggota OPR merupakan fitnah. Yang memfitnah adalah anggota Polres ex PRRI. Mereka balas dendam kepada ex OPR yang aktif menumpas PRRI. Sebagian anggota OPR adalah anggota Ormas PKI.
Secara pribadi, saya belum bisa mempertanggung-jawabkan data ini. Apakah benar pasukan A. Yani yang disuruh menggempur Kota Padang dan Bukittinggi di masa PRRI itu, sebagian besarnya menggunakan oknum PKI? Kenapa? Atau karena kekurangan pasukan? Jika ternyata pernyataan Jacky benar, sejarah baru bisa ditemukan.
Perlu diketahui, bahwa PKI muncul kembali menjadi kekuatan setelah Wakil Presiden Muhammad Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden No. X, yang merupakan peraturan tertulis pertama yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia. Kemudian dikuatkan dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, tentang anjuran pendirian partai-partai untuk memperkuat perjuangan bangsa.
Lahirnya maklumat ini menimbulkan perdebatan yang panjang seputar UUD 1945, mengapa Sistem Pemerintahan Presidensiil sekonyong-konyong berubah menjadi Sistem Parlementer? Mengapa harus Wakil Presiden yang menandatanganinya? Bahkan salah seorang peneliti berkebangsaan Belanda, Lambert Giebels, mengatakan bahwa tindakan Wakil Presiden Muhammad Hatta merupakan kudeta diam-diam, dan menjelaskan kekecewaan Soekarno atas sikap Hatta, dimana Soekarno, menurut Lambert Giebels, setelah peristiwa itu menghibur diri di Pelabuhan Ratu.
Dalam Pemilihan Umum Pertama di Indonesia, 29 September 1955, PKI memperoleh suara 16,3 persen, berhasil menduduki posisi keempat dalam jumlah pengumpulan suara untuk Parlemen (DPR). Posisi teratas PNI dengan jumlah suara 22,1 persen, berikutnya Masyumi, 20,9 persen dan NU, 18,4 persen.
Juga perlu dicatat, pada masa Demokrasi Parlementer, di Sidang Konstituante, 10 November 1956, sebuah perdebatan ideologi terjadi di mana PKI merupakan suara terbesar kedua yang mendukung Pancasila setelah PNI. Tanpa adanya PKI, maka dua ideologi lainnya, Islam dan Sosial-Ekonomi akan menang. Tetapi, sidang konstituante ini sudah dua setengah tahun berjalan dan tidak mampu mewujudkan rumusan Undang-Undang Dasar Baru.
Pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno mengajukan usul agar kembali ke UUD 1945. Begitu kembali dari perjalanan ke Jepang, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengambil tindakan penuh resiko, yaitu dengan mengeluarkan sebuah Dekrit untuk kembali ke UUD 1945. Setelah ini, PKI semakin leluasa memengaruhi Bung Karno, apalagi tanpa Bung Hatta. Bung Karno ingin agar PKI masuk ke dalam pemerintahan. Ini menjadi kekuatiran Ahmad Husein yang kemudian menjadi kenyataan.
"Yah, saya tahu itu, terhadap kepada PKI, ada beberapa saudara-saudara atau pihak berkeberatan... apakah kita dapat terus menerus mengabaikan satu golongan yang di dalam Pemilihan Umum mempunyai suara enam juta?" ujar Bung Karno tentang PKI.(Foto:dewanbanteng.blogspot.com)
http://dasmandj.blogspot.co.id/2015/09/tulisan-dari-tnol.html
Tentang Sdr.Dasman Djamaluddin, silahkan klik: https://id.wikipedia.org/wiki/Dasman_Djamaluddin
Kamis, 02 Februari 2017
Wajah Peradilan Kita Setelah Antasari Azhar Bicara di Televisi
Menyaksikan wawancara Antasari Azhar, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saya yang pernah belajar Ilmu Hukum ikut prihatin. Ternyata dari ungkapan Pak Antasari, hukum itu tidak lepas dari kepentingan politik.
Kenapa demikian? Ketika saya dulu belajar Ilmu Hukum, saya dijejali berbagai dogma agar selalu bertindak sesuai hukum yang berlaku.Hakim itu adalah seakan-akan wakil Tuhan di muka bumi ini.Keputusannya tidak boleh diintervensi.
Tetapi setelah kita mendengar ada hakim yang ditangkap KPK termasuk ketuanya, kenapa korupsi masih saja merajalela khususnya di Indonesia? Bukankah seorang ahli hukum itu telah dibekali ilmu-ilmu hukum, termasuk ilmu hukum agama? Di mana kita harus memposisikan nilai-nilai moral di tangan seorang hakim yang diidentikkan sebagai wakil Tuhan di muka bumi?
Kita sudah tentu menyambut baik keinginan Pak Antasari akan mengungkap kebenaran, siapa sebenarnya pembunuh Nasrudin Zulkarnaen, agar nantinya ia bisa bercerita kepada anak cucunya bahwa ia tidak bersalah.Yang membunuh itu adalah .....Mudah-mudahan.
Foto: indowarta.com dan liputan6.com
Kenapa demikian? Ketika saya dulu belajar Ilmu Hukum, saya dijejali berbagai dogma agar selalu bertindak sesuai hukum yang berlaku.Hakim itu adalah seakan-akan wakil Tuhan di muka bumi ini.Keputusannya tidak boleh diintervensi.
Tetapi setelah kita mendengar ada hakim yang ditangkap KPK termasuk ketuanya, kenapa korupsi masih saja merajalela khususnya di Indonesia? Bukankah seorang ahli hukum itu telah dibekali ilmu-ilmu hukum, termasuk ilmu hukum agama? Di mana kita harus memposisikan nilai-nilai moral di tangan seorang hakim yang diidentikkan sebagai wakil Tuhan di muka bumi?
Kita sudah tentu menyambut baik keinginan Pak Antasari akan mengungkap kebenaran, siapa sebenarnya pembunuh Nasrudin Zulkarnaen, agar nantinya ia bisa bercerita kepada anak cucunya bahwa ia tidak bersalah.Yang membunuh itu adalah .....Mudah-mudahan.
Foto: indowarta.com dan liputan6.com